IT’S NEVER ABOUT ME

by Ps. Alvi Radjagukguk

(JPCC Online Service – Minggu, 28 November 2021)

  •   Mengetahui Visi dan Tujuan tidak otomatis membuat kita akan terus menghidupi visi dan tujuan itu. Sebaliknya, waktu visi dan tujuan itu kabur, hal ini juga tidak perlu membuat kita hidup dalam keputusasaan atau kefrustrasian.
  •   Krisis berpotensi untuk membuat seseorang melupakan atau bahkan kehilangan visi dan tujuannya. Di saat yang bersamaan, sebaliknya, krisis juga berpotensi untuk memurnikan dan mempertajam visi dan tujuan hidup seseorang.
  •   Demikian juga dengan sukses atau keberhasilan; baik krisis maupun sukses—dua hal ini berpotensi untuk memperkuat atau melemahkan visi.Visi adalah pandangan kita tentang masa depan, dan Purpose (tujuan) adalah alasan kita melakukan apa yang kita lakukan. Apa yang membedakan keduanya? Bagaimana caranya supaya baik kesuksesan atau kegagalan dapat membantu saya untuk memurnikan dan memperkuat visi dan tujuan saya? 2 Timotius 3:1–4 (TSI)
    “Anakku, hendaklah kita menyadari bahwa pada masa terakhir dari zaman ini kita pasti akan mengalami banyak kesulitan. Banyak orang akan mengasihi dirinya sendiri, mata duitan, sombong dan suka memuji diri sendiri, suka menghina orang lain, tidak menaati orang tua, tidak tahu berterima kasih, tidak menghormati Allah, tidak mengasihi orang lain, tidak memaafkan kesalahan orang lain, suka menjelek-jelekkan orang lain, tidak bisa menguasai diri sendiri, bersifat kasar dan kejam, dan membenci segala sesuatu yang baik. Orang-orang pada zaman terakhir ini akan suka mengkhianati temannya, tidak berpikir panjang, sombong dan menganggap diri lebih penting daripada orang lain, dan lebih suka menikmati kesenangan duniawi daripada menyenangkan hati Allah.”Manusia pada dasarnya lebih suka menikmati kesenangan duniawi daripada menyenangkan hati Allah, perilaku-perilaku negatif yang dituliskan di ayat tersebut memang lebih alami untuk dilakukan, sehingga terasa menyenangkan. Mengapa orang lebih tergoda untuk mengikuti kesenangan duniawi daripada menuruti Allah? Ada beberapa alasan, sbb:
    1. Karena kesenangan adalah sesuatu yang ada dalam kendali kita—sedangkan Allah, tidak mungkin kita kendalikan.
    2. Mayoritas kesenangan bisa didapatkan dengan mudah, tanpa perlu disiplin atau kerja keras—sedangkan kasih kepada Tuhan yang dinyatakan dengan menjadi pelaku firman itu seringkali membutuhkan pengorbanan.
    3. Kesenangan memuaskan kita secara instan (instant gratification)—sedangkan menyenangkan hati Tuhan keuntungannya seringkali di dapat justru di masa depan atau tidak secara langsung.
    4. Kesenangan bisa membuat kita lupa akan masalah (untuk sementara tentunya), tetapi kasih kepada Tuhan justru akan mengingatkan kita akan kebutuhan dan tanggung jawab kita.

Tuhan menjanjikan pada kita “unspeakable peace” dan bukan “unending happiness” — Damai sejahtera yang melampaui segala akal dan bukan hidup yang selalu berbahagia tanpa ketidak- nyamanan atau permasalahan.

Berbicara tentang “passion” (gairah hidup):

  • “Passion is overrated” dan terlalu dibesar-besarkan, karena gairah saja tidak cukup dalam kita mengeluarkan potensi terbaik kita—baik dalam pekerjaan, bisnis, studi atau pelayanan. Apalagi ditambah dengan adanya kebosanan panjang selama hampir dua tahun ini.
  • Passion sifatnya tergantung dari mood, tetapi disiplinlah yang mengendalikan mood dan menjaga passion.
  • “PPKM” (Pelan-Pelan Kamu Melebar), kita makan untuk hidup atau kita hidup untuk makan?—yang akhirnya mengorbankan kesehatan.
  • Kata “CUAN”, makin marak hari-hari ini; Atas nama ‘cuan’, orang menjadi mata duitan, sulit bersyukur dan sulit berkata “CUKUP”. Orang terkaya di dunia—Raja Salomo— berkata bahwa, “Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.” (Ams. 10:22).
  • Rasa cukup adalah belajar puas dengan apa yang kamu punya, sedangkan sikap serakah adalah ingin lagi dan lagi bisa membuatmu hancur.Lukas 12:15 (BIMK)
    Kemudian kepada semua orang yang ada di situ Yesus berkata, “Hati-hatilah dan waspadalah, jangan sampai kalian serakah. Sebab hidup manusia tidak tergantung dari kekayaannya, walaupun hartanya berlimpah-limpah.”(GW) “Life is not about having a lot of material possessions.”Hidup bukanlah tentang memiliki banyak harta benda. Perilaku yang berpusat pada diri sendiri juga terjadi di aspek kerohanian, orang yang merasa lebih tahu banyak firman Tuhan, daripada orang lain, akan menggunakan pengetahuannya itu untuk menilai orang dengan apa yang dia sudah tahu. Firman Tuhan memperingatkan bahwa, Pengetahuan belaka akan membuat kita sombong, tetapi pengetahuan dengan motivasi kasih akan membangun hidup orang lain.

1 Kor. 8:1 (CSB)
“… Knowledge puffs up, but love builds up.”

“Self Preoccupied”: Tanpa sadar orang semakin mengasihi diri dan terfokus kepada diri sendiri; Ribet dengan diri sendiri, sibuk dengan diri sendiri—sehingga hari-hari ini, kalau kita mau jujur dalam membangun karir, menjalin hubungan akan menjadi lebih ‘challenging’. Hal ini karena segala interaksi dan proses selalu dinilai dari perspektif “untung – rugi”.

“The Initial Blueprint” akan membantu kita mengerti dan mengingat kembali tentang visi dan tujuan awal yang Tuhan berikan bagi manusia:

Kejadian 1:26–28
Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” (27) Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. (28) Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung- burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”

Perhatikan urutannya:

  1. Tuhan memberikan identitas kepada manusia. Apa identitasnya? yaitu bahwa kita— manusia—diciptakan serupa dan segambar dengan Dia. Tuhan menjadi sumber identitas kita.
  2. Setelah diberikan identitas, kemudian Tuhan memberikan manusia sebuah tugas, yaitu untuk berkuasa atas sumber-sumber daya yang ada di bumi.
  3. Tuhan lalu memberkati manusia dengan sebuah “Purpose” (tujuan), yaitu untuk memenuhi bumi dengan manusia-manusia lain yang juga diciptakan serupa dan segambar dengan Tuhan.
  4. Dan tujuan akhir, mengapa Tuhan menciptakan manusia serupa segambar dengan diri- Nya, lalu memberi mereka kuasa untuk memelihara sumber-sumber daya di bumi, adalah supaya kerajaan Tuhan diperluas di muka bumi ini.

Ular datang membujuk manusia untuk memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Ini adalah sebuah tawaran untuk menjadi bijaksana dengan aturan main manusia sendiri, terlepas dari ketergantungan kepada Allah. Sayangnya, manusia pertama terpikat dengan tawaran ini dan jatuh dalam dosa, sehingga hidup manusia dibelokkan dari visi dan tujuan Allah semula.

Itu sebabnya, dosa memiliki pengertian “meleset dari sasaran atau tujuan awal”. Dosa tidak selalu datang berupa pelanggaran frontal akan perintah Tuhan, tetapi seringkali dosa datang

dalam tawaran-tawaran untuk tanpa sadar menjalani hidup dengan pengertian sendiri terlepas dari hikmat yang Tuhan sediakan bagi kita.

Akibatnya terjadi penyelewengan (abuse) atau “Abnormal use” (penyalahgunaan)—terjadi penyelewengan identitas, yang awalnya bersumber dari Tuhan, karena dosa, identitas jadi berporos kepada performance, pencapaian atau harta.

“Identitas yang salah membuat seseorang melihat segala sesuatu dengan lensa yang salah pula.”—Ps. Alvi Radjaguguk

Akhirnya, visi yang dilihat oleh seseorang juga salah, dosa membuat lensa atau identitas dirinya dulu salah, sehingga setiap hal yang dia lihat— termasuk visi—juga jadi salah kaprah. Terjadi penyelewengan tugas, yang awalnya, Tuhan memberi tugas untuk manusia berkuasa atas sumber daya di bumi, karena dosa, sumber daya justru menguasai hidup manusia.

Karena visinya terdistorsi, maka manusia tidak bisa mengeluarkan potensi terbaiknya. Terjadi juga penyelewengan dengan tujuan, yang awalnya adalah untuk memperluas kerajaan Tuhan di muka bumi, karena dosa, tujuan dibelokkan menjadi mendahulukan kepentingan diri. Misi Tuhan tidak lagi menjadi yang terutama. Agenda pribadi manusialah yang disodorkan kepada Tuhan, dan manusia meminta Tuhan, “Berkati agenda pribadiku ini, Tuhan!”

Ketika visi dan tujuan kita berporos pada diri sendiri, maka ini kecenderungan kita adalah kita akan terbebani untuk menyenangkan orang lain. Ketika visi dan tujuan berporos kepada diri sendiri, kita akan menjadi sadar diri secara konstan (constantly self-conscious) ketimbang sadar akan Tuhan (God-conscious). Akhirnya, kita jadi takut, kita jadi khawatir, kita jadi membanding- bandingkan diri kita dengan orang lain, visi kita dengan visi orang, tujuan kita dengan tujuan orang, proses kita dengan proses orang.

Waktu visi dan tujuan berporos pada diri sendiri, kita menjadi kewalahan—overwhelmed—karena selalu merasa perlu untuk melakukan “pembuktian diri”. Waktu visi dan tujuan kita berporos pada diri sendiri, kita akan melihat kegagalan sebagai akhir dari segalanya, karena “We take failures personally”.

Mari kita lihat, apa yang firman Tuhan katakan tentang visi dan tujuan.

Kolose 1:15–16
“Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, (16) karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.”

Hidup kita adalah tentang Tuhan dan untuk Tuhan. Hidup manusia tidak pernah dirancang tentang ‘diri saya sendiri’ dan untuk ‘kepentingan saya semata’. My life is never about me— My life is always about God and for God.

Pengertian ini akan menolong kita di saat kita mulai kehilangan visi dan tujuan hidup kita, maka kita dapat mengubah narasi pertanyaan kita. Kita akan bertanya, “Untuk siapakah saya hidup?” selain bertanya, “Apa yang saya lihat?”. Pertanyaan kita, “Siapa yang merancangkan apa yang saya lihat ini? Siapa yang mengizinkan apa yang mampu saya lihat ini?”

Karena visi dan tujuan pada hakikatnya, bukanlah tentang ‘apa’, tapi lebih tentang ‘siapa’.

Karena jikalau kita bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan ‘apa’, ini akan mengondisikan untuk kembali tentang diri kita. Tapi waktu kita mulai mengubah dari kata ‘apa’ kepada ‘siapa’, maka pertanyaan ini akan memudahkan kita untuk menyelaraskan visi dan tujuan kita menjadi tentang Tuhan—My life is never about me, my life is always about God and for God.

Jadi setelah kita tahu bahwa visi dan tujuan itu bukan tentang kita tapi adalah tentang Tuhan, maka perjalanan untuk menghidupi atau proses menghidupi visi dan tujuan dari Tuhan akan kita lihat dari sudut pandang yang berbeda yaitu dari sudut pandang Tuhan dan tentang Dia.

Cara kita bertanyapun akan berbeda, “Kalau Tuhan izinkan ini terjadi dalam proses atau perjalanan saya menghidupi visi dan tujuan Tuhan—Tuhan ingin memakai perjalanan saya ini untuk siapa?” atau “Ketika saya berhasil melewati ini semua, atau ketika saya berhasil untuk menghidupi visi dan tujuan Tuhan—kira-kira siapa yang akan diuntungkan?”

Mengikuti Yesus bukanlah sarana untuk memaksakan visi dan mimpi kita kepada Tuhan, tapi sebaliknya, mengikut Yesus adalah perjalanan menyerahkan kepentingan kita dan membiarkan apa yang Tuhan inginkan, apa yang Tuhan lihat dan Tuhan maksudkan agar terjadi dalam hidup kita.

Lukas 9:23–25 (BIMK)
Kemudian Yesus berkata kepada semua orang yang ada di situ, “Orang yang mau mengikuti Aku, harus melupakan kepentingannya sendiri, memikul salibnya tiap-tiap hari, dan terus mengikuti Aku. (24) Sebab orang yang mau mempertahankan hidupnya, akan kehilangan hidupnya. Tetapi orang yang mengurbankan hidupnya untuk kepentingan-Ku, akan menyelamatkannya. (25) Apa untungnya bagi seseorang kalau seluruh dunia ini menjadi miliknya, tetapi ia merusak dan kehilangan hidupnya?”

Karena hidup kita adalah tentang Tuhan dan untuk Tuhan, itu sebabnya visi dan tujuan yang sejati itu datang dari Tuhan; untuk kepentingan Tuhan dan ditujukan bagi orang lain. Sedangkan kita adalah alat atau instrumen Tuhan dalam mewujudkannya.

Apa yang kita bisa harapkan, ketika kita menghidupi visi dan tujuan Tuhan: 

1) Kita bisa mengharapkan hikmat Tuhan.

Tuhan mau kita bergantung kepada hikmat-Nya. Karena Dia yang memberikan Visi dan tujuan itu, jadi cara pikir Dialah yang paling baik. Tuhan tidak cuma ingin kita bergantung kepada hikmat-Nya, Dia juga berjanji untuk memberikan hikmat itu dengan murah hati.

Yakobus 1:5–6 (FAYH)
“Jika seorang dari Saudara tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam masalah tertentu, mintalah Allah dan Ia akan memberikan kebijaksanaan kepadanya. Saudara tahu bahwa Ia tidak menuduh siapa pun atas ketidakmampuannya dan bahwa dia memberi dengan limpahnya semua orang yang memohon-Nya. (6) Tetapi, jika Saudara bertanya kepada-Nya, hendaklah Saudara benar-benar mengharapkan Dia untuk memberi tahu Saudara; sebab pikiran yang ragu-ragu bagaikan gelombang laut yang diombang-ambingkan angin.”

Minta dan harapkan hikmat Tuhan. Waktu hidup kita adalah tentang Tuhan dan Untuk Tuhan, Tuhan sangat ingin berperan untuk memberikan kepada kita ide, kreativitas, arahan dan hikmat; kepada setiap orang yang meminta dan mengharapkannya.

  1. Kita bisa mengharapkan pertolongan Tuhan. Waktu hidup kita adalah tentang Tuhan dan untuk Tuhan, maka izinkan kekuatan dan pertolongan Tuhan yang bekerja melebihi usaha manusiawi kita. Saya ulangi: waktu hidup kita adalah tentang Tuhan dan untuk Tuhan, jangan pakai kekuatan sendiri! Karena jalan- Nya pun bukan jalan kita, bagaimana untuk menjalaninya pun enggak mungkin bisa dengan kekuatan sendiri, tapi Tuhan janjikan kekuatan dan pertolongan Tuhan melebihi usaha atau keterbatasan manusiawi kita.Yesaya 41:8–10
    Tetapi engkau, hai Israel, hamba-Ku, hai Yakub, yang telah Kupilih, keturunan Abraham, yang Kukasihi; (9) engkau yang telah Kuambil dari ujung-ujung bumi dan yang telah Kupanggil dari penjuru-penjurunya, Aku berkata kepadamu: “Engkau hamba-Ku, Aku telah memilih engkau dan tidak menolak engkau”; (10) janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.”
  2. Kita bisa mengharapkan perkenanan Tuhan.
    Hidup Yesus adalah contoh terbaik yang menjalani misi dan kehendak Bapa-Nya. Tidakheran, Injil Lukas mencatat hal ini tentang Yesus.Lukas 2:52
    Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.(NLT) Jesus grew in wisdom and in stature and in favor with God and all the people.

Perkenanan Tuhan seringkali datang dalam bentuk perkenanan manusia. Mungkin juga datang dalam bentuk pertolongan dari orang lain, ada pintu-pintu kesempatan yang terbuka, dan saat kita memikirkan semuanya itu maka kita akan berpikir bahwa ini pasti karena ada perkenanan Tuhan.

Waktu hidup kita adalah tentang Tuhan dan untuk Tuhan, jangan kaget, bila Tuhan memperhatikan perkara-perkara yang dekat dengan hati Saudara. What matters to you, matters to God. Visi dan tujuan yang sejati, datang dari Tuhan, untuk kepentingan Tuhan, ditujukan buat orang lain, sedangkan kita adalah instrumen Tuhan dalam mewujudkannya. Karena, “Hidup saya adalah tentang Tuhan dan untuk Tuhan.”

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s