Menentukan Arah Strategis Yayasan Generasi Insan Sejahtera Indonesia: Pemberitaan Kabar Baik dan Transformasi

Pendahuluan

Yayasan Generasi Insan Sejahtera Indonesia (YGISI) tidak boleh dipahami hanya sebagai lembaga sosial yang sekadar menjawab kebutuhan pendidikan, kemanusiaan, dan pemberdayaan. Dalam terang Alkitab, setiap karya pelayanan adalah bagian dari misi Allah (missio Dei), di mana Allah sendiri sedang bekerja memulihkan ciptaan dan menghadirkan Kerajaan-Nya di bumi. Karena itu, YGISI dipanggil untuk menjadi agen Kerajaan Allah, yang menjalankan Dominion Mandate sebagaimana tertulis dalam Kejadian 1:28—mengelola, merawat, dan mengembangkan kehidupan—serta Evangelical Mandate sebagaimana diperintahkan dalam Matius 28:19–20—memberitakan Injil dan memuridkan segala bangsa. Kedua mandat ini tidak dapat dipisahkan: mandat budaya tanpa Injil akan melahirkan pembangunan tanpa arah kekal, sementara Injil tanpa transformasi nyata akan kehilangan wujud kasih yang dapat dirasakan dunia. John Stott menegaskan, Misi Kristen tidak dapat direduksi hanya pada penginjilan atau hanya pada aksi sosial. Misi sejati mencakup keduanya, karena kasih Allah menjamah seluruh manusia, jiwa dan tubuh, individu dan masyarakat.

Karena itu, seluruh program YGISI harus bergerak melampaui sekadar tindakan karitatif yang bersifat sementara, menuju diakonia transformatif yang selaras dengan hati Allah. Diakonia transformatif berarti pelayanan kasih yang tidak hanya meredakan penderitaan, tetapi juga memulihkan martabat, membangun kapasitas, dan menciptakan kemandirian sehingga komunitas dapat menjadi terang bagi lingkungannya (Mat. 5:14–16). Lebih dari itu, setiap aktivitas YGISI harus dilihat sebagai bagian dari perjalanan iman menurut Engel’s Scale, di mana kasih nyata membuka pintu bagi pewartaan Injil, penerima manfaat semakin terbuka kepada Kristus, dan akhirnya bertumbuh dalam pemuridan. Seperti yang dikatakan Lesslie Newbigin, “Gereja dipanggil bukan hanya untuk menyatakan keselamatan individu, tetapi untuk menjadi tanda, instrumen, dan pendahuluan dari Kerajaan Allah.” Dengan demikian, YGISI tidak hanya hadir untuk menjawab masalah sosial, melainkan menjadi alat Tuhan untuk memperluas Kerajaan Allah di tengah dunia.


1. Panggilan Ganda: Dominion Mandate & Evangelical Mandate

Dominion Mandate

Dasarnya terdapat dalam Kejadian 1:28“Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu; berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”Mandat ini dalam tradisi injili dipahami sebagai panggilan universal bagi umat manusia untuk menata ciptaan Allah dengan penuh tanggung jawab, menghadirkan shalom Allah, dan mengelola dunia ini sebagai wujud penatalayanan (stewardship). Manusia dipanggil untuk mencerminkan Allah melalui cara mereka membangun keluarga, masyarakat, budaya, dan bangsa.

Perspektif injili menekankan bahwa mandat budaya ini tidak pernah terlepas dari Injil. John Stott menulis: “Kita tidak bisa mengabaikan mandat budaya, sebab Injil Kristus memanggil kita untuk mencintai sesama, dan kasih itu mencakup seluruh dimensi hidup manusia—jiwa, tubuh, dan masyarakat.” Dengan demikian, ketika YGISI mengembangkan pendidikan, kemanusiaan, dan pemberdayaan, semua itu adalah bagian dari ketaatan pada Dominion Mandate yang diletakkan Allah sejak penciptaan.

Evangelical Mandate

Dasarnya terdapat dalam Matius 28:19–20“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” Dalam teologi injili, ini adalah Amanat Agung yang menjadi pusat misi gereja: memberitakan Injil Yesus Kristus yang menyelamatkan dan menuntun setiap orang kepada pemuridan sejati.

Evangelical Mandate menegaskan bahwa inti misi Kristen adalah keselamatan oleh anugerah melalui iman kepada Kristus saja (Efesus 2:8–9). Setiap aktivitas YGISI—baik pendidikan, kemanusiaan, maupun pemberdayaan—harus menjadi sarana yang membuka jalan bagi pewartaan Injil, sehingga orang dapat mengenal Kristus dan mengalami kelahiran baru. Seperti ditegaskan Billy Graham, “Kebutuhan terbesar manusia bukan sekadar perbaikan sosial, melainkan pengampunan dosa dan hubungan yang dipulihkan dengan Allah melalui Yesus Kristus.”

Keseimbangan Kedua Mandat dalam YGISI

Teologi injili menolak dikotomi antara Injil dan tindakan sosial. Keduanya dipahami sebagai dua sisi dari ketaatan pada Kristus yang sama. Injil diberitakan bukan hanya melalui kata, tetapi juga melalui perbuatan yang menyatakan kasih Allah. Demikian juga tindakan sosial sejati harus berakar pada Injil, sebab hanya di dalam Kristus ada transformasi sejati.

Anggaran Rumah Tangga (ART) YGISI menegaskan tiga bidang pelayanan: Pendidikan, Kemanusiaan, dan Pemberdayaan. Ketiganya hanya memiliki makna injili yang penuh jika dijalankan dengan kerangka panggilan ganda ini:

  • Pendidikan → mewujudkan Dominion Mandate (membangun generasi yang berkarakter Kristus) sekaligus membuka ruang bagi Evangelical Mandate (membentuk worldview Kristiani yang mengarah pada Kristus).
  • Kemanusiaan → ekspresi kasih Allah yang memulihkan martabat (Dominion Mandate), sekaligus pintu masuk bagi pewartaan Injil (Evangelical Mandate).
  • Pemberdayaan → membangun kapasitas komunitas (Dominion Mandate), sekaligus melahirkan saksi Kristus di tengah masyarakat (Evangelical Mandate).

Dengan demikian, YGISI tidak boleh berhenti sebagai lembaga sosial, melainkan harus hidup sebagai agen Kerajaan Allah yang taat pada Firman, setia kepada Injil, dan menghadirkan kasih Kristus secara nyata serta utuh di dunia ini.

2. Perbandingan: Yayasan Sosial vs Agen Kerajaan Allah

AspekYayasan Sosial BiasaYGISI sebagai Agen Kerajaan Allah
Tujuan UtamaMembantu kebutuhan sosial, ekonomi, atau kemanusiaan.Memenuhi Dominion Mandate (pengelolaan & pembangunan kehidupan) sekaligus Evangelical Mandate (memberitakan Injil & memuridkan).
Motivasi
Humanitarian – belas kasihan kemanusiaan semata.

Teologis – kasih Allah, shalom, & misi Kerajaan Allah.
Orientasi ProgramFokus pada output (berapa banyak orang ditolong).
Fokus pada outcome & transformation (hidup berubah, iman bertumbuh, komunitas mandiri).
Model DiakoniaKaritatif – bantuan sesaat (beras, sembako, santunan).
Transformatif – pemulihan martabat, pemberdayaan, pembangunan kapasitas.
Pengelolaan Sumber DayaBerdasarkan ketersediaan dana & donasi.
Berdasarkan prinsip stewardship (penatalayanan) → semua sumber daya adalah titipan Allah untuk menghasilkan buah.
Dampak Jangka PanjangKetergantungan, penerima tetap
sebagai objek bantuan.

Kemandirian, penerima menjadi subjek, bahkan agen transformasi bagi orang lain.
Dimensi SpiritualNetral / sekuler, tidak menyinggung iman.
Menjadi jembatan pertumbuhan iman → penerima dibawa lebih dekat kepada Kristus.
Engel’s ScaleTidak relevan → tidak ada orientasi pertumbuhan iman.
Relevan → setiap program dipetakan: dari skeptis → terbuka → menerima Injil → bertumbuh dalam Kristus.

3. Diakonia: Karitatif (kedermawanan sosial) vs Transformatif

AspekDiakonia KaritatifDiakonia Transformatif
TujuanMeredakan penderitaan sesaat.Mengubah struktur kehidupan & memberi harapan jangka panjang.
ContohMembagikan sembako pasca-bencana.Trauma healing, program pemulihan ekonomi, pelatihan keterampilan.
DampakKebutuhan terpenuhi sementara, ketergantungan berlanjut.Penerima dibekali kapasitas → mandiri & mampu menolong orang lain.
OrientasiObjek → penerima bantuan pasif.Subjek → penerima aktif terlibat & berkembang.
Kaitannya dengan InjilKasih nyata terasa, tetapi tidak selalu membuka ruang iman.Kasih nyata menjadi pintu masuk Injil & membuka perjalanan iman (Engel’s Scale).

4. Engel’s Scale: Pedoman Perencanaan dan Evaluasi Program

A. Apa itu Engel’s Scale?

Engel’s Scale adalah sebuah kerangka yang dikembangkan oleh James F. Engel untuk menjelaskan tahapan pertumbuhan iman seseorang dari tidak mengenal Allah sama sekali hingga menjadi murid Kristus yang matang.

  • Skala ini dimulai dari –10 (tidak ada pengetahuan tentang Allah, bahkan menolak-Nya) sampai 0 (titik pertobatan/kelahiran baru), lalu berlanjut ke +1 hingga +5 (pemuridan, pelayanan, dan kedewasaan rohani).
  • Engel’s Scale membantu kita memahami bahwa pertobatan biasanya adalah proses, bukan peristiwa instan. Seseorang bisa maju selangkah demi selangkah—dari skeptis, menjadi terbuka, lalu percaya, dan akhirnya bertumbuh dalam Kristus.


B. Bagaimana YGISI dapat menggunakan Engel’s Scale?

a. Dalam Perencanaan Program

Engel’s Scale bisa menjadi alat bantu perencanaan agar setiap program YGISI tidak hanya memberi dampak sosial, tetapi juga menolong penerima semakin mendekat kepada Kristus.

  • Pendidikan → target menggeser penerima dari –6 (minim pengetahuan iman) ke –3 (terbuka pada worldview Kristiani).
  • Kemanusiaan → target menggeser dari –7 (skeptis/terabaikan) ke –4 (mengalami kasih nyata Allah).
  • Pemberdayaan → target menggeser dari –3 (terbuka) menuju 0 (pertobatan), bahkan +1 (pemuridan awal).

Dengan ini, setiap program tidak hanya menjawab “apa kebutuhan sosial?” tetapi juga “di tahap iman mana penerima berada, dan bagaimana program ini menolong mereka maju selangkah lebih dekat kepada Kristus?”

b. Dalam Evaluasi Program

Engel’s Scale juga dapat dipakai sebagai alat ukur dampak rohani.

  • Bukan hanya menanyakan “berapa banyak orang yang menerima bantuan?” tetapi juga “apakah penerima semakin terbuka terhadap Injil?”
  • Evaluasi dapat dibuat dalam bentuk survei spiritual impact: misalnya, sebelum program, penerima berada di –7 (skeptis), setelah program berjalan, mereka bergeser ke –5 (mulai terbuka dan ingin tahu).
  • Dengan demikian, Engel’s Scale memberi indikator proses pertumbuhan iman, bukan hanya output angka.

C. Mengintegrasikan Engel’s Scale

ART YGISI menegaskan tiga bidang pelayanan: Pendidikan, Kemanusiaan, dan Pemberdayaan.
Perbedaan besar terjadi ketika Engel’s Scale diintegrasikan. Sebelum integrasi, program berjalan baik tetapi hanya berdampak sosial. Setelah integrasi, program menjadi sarana rohani yang menolong penerima melangkah dalam perjalanan iman menuju Kristus.

Perbandingan Program

BidangSebelum Integrasi Engel’s ScaleSetelah Integrasi Engel’s Scale
PendidikanFokus pada peningkatan akademik & pemberian beasiswa.Menargetkan pergeseran dari –6 → –3: beasiswa + mentoring karakter + worldview Kristiani, sehingga siswa terbuka kepada Injil.
KemanusiaanFokus pada bantuan darurat & program sosial (bencana, food bank).Menargetkan pergeseran dari –7 → –4: kasih nyata dipakai Roh Kudus untuk membuka hati yang skeptis, menumbuhkan rasa percaya kepada Kristus.
PemberdayaanFokus pada pelatihan keterampilan, usaha mikro, dan kemandirian ekonomi.Menargetkan pergeseran dari –3 → 0 → +1: pemberdayaan komunitas menjadi jalan menuju pertobatan, lalu pemuridan; komunitas bertransformasi menjadi saksi Kristus.

Implikasi:

  • Sebelum integrasi Engel’s Scale → program baik secara sosial, tetapi dampak rohaninya samar.
  • Setelah integrasi Engel’s Scale → program menjadi holistik: menjawab kebutuhan sosial sekaligus mengarahkan penerima kepada Kristus, sesuai Evangelical Mandate dan Dominion Mandate.

5. IMPLEMENTASI DALAM PERENCANAAN STRATEGIS

A. Pendidikan

1. Beasiswa & Mentoring Karakter

  • Sekadar sosial: hanya menanggung biaya sekolah agar anak tetap bersekolah.
  • Diakonia transformatif: beasiswa disertai program mentoring rohani dan pembentukan karakter (doa bersama, pembelajaran nilai Kristiani, kelompok diskusi Alkitab). Anak-anak tidak hanya bersekolah, tetapi bertumbuh dalam iman dan kapasitas kepemimpinan.
  • Kabar Baik: kasih Kristus hadir lewat perhatian pribadi mentor, sehingga penerima merasa dikasihi Allah. Injil diberitakan bukan hanya lewat kata-kata, tetapi lewat relasi yang membimbing.
  • Engel’s Scale: anak yang awalnya di –6 (minim pengetahuan iman) bisa bergerak ke –3 (terbuka pada nilai Kristiani), bahkan ke 0 (pertobatan) melalui teladan dan pendampingan mentor.

2. Pendirian Sekolah Berbasis Kristiani

  • Sekadar sosial: sekolah memberi pendidikan umum dan akses bagi anak-anak kurang mampu.
  • Diakonia transformatif: sekolah menjadi wadah pembentukan manusia seutuhnya: akademik, karakter, dan rohani. Kurikulum memadukan ilmu pengetahuan dengan worldview Kristiani. Guru bukan hanya mengajar, tetapi menggembalakan anak-anak dalam kasih.
  • Kabar Baik: suasana sekolah menjadi “mission field”, di mana anak-anak yang tidak mengenal Kristus dapat melihat dan merasakan kasih Allah secara nyata melalui pendidikan yang menanamkan nilai Injil.
  • Engel’s Scale: siswa yang awalnya di –5 (terbuka pada nilai moral Kristiani) bisa bergerak ke –2 (aktif bertanya tentang iman) dan seterusnya ke 0 (pertobatan). Sekolah menjadi jembatan misi jangka panjang.

3. Pelatihan Guru & Pengajar Rohani

  • Sekadar sosial: pelatihan hanya meningkatkan kualitas pengajaran secara akademik.
  • Diakonia transformatif: guru dilatih bukan hanya sebagai pendidik, tetapi juga agen transformasi rohani. Mereka diperlengkapi dengan pemahaman Alkitab, keterampilan pastoral, dan kemampuan mengintegrasikan iman ke dalam pengajaran sehari-hari.
  • Kabar Baik: guru menjadi saksi hidup bagi murid. Mereka tidak hanya memberi ilmu, tetapi juga menyampaikan kasih Kristus dalam setiap interaksi. Dengan demikian, Injil hadir secara konsisten di ruang kelas.
  • Engel’s Scale: melalui teladan guru, murid yang sebelumnya di –7 (skeptis) dapat menjadi –4 (merasakan kasih nyata Allah), lalu beranjak ke –1 / 0 (menerima Kristus). Guru menjadi “living Bible” bagi murid-murid.

Kesimpulan untuk Bidang Pendidikan:
Setiap program pendidikan YGISI—beasiswa, sekolah, pelatihan guru—tidak boleh berhenti pada peningkatan akademik atau akses sosial. Semua harus dirancang sebagai wadah pembentukan karakter, pewartaan Injil, dan transformasi iman. Dengan kerangka Engel’s Scale, pendidikan menjadi sarana yang membawa generasi demi generasi selangkah lebih dekat pada Kristus.

B. Kemanusiaan

1. Program Bencana (Rescue – Recovery – Resilience)

  • Sekadar sosial: menyalurkan bantuan darurat (makanan, selimut, obat-obatan).
  • Diakonia transformatif: hadir secara holistik—bantuan darurat diikuti trauma healing, konseling, dan program pemulihan ekonomi sederhana. Tujuannya bukan sekadar menolong bertahan hidup, tetapi membangun kembali harapan dan martabat.
  • Kabar Baik: kasih Kristus dinyatakan melalui pelayanan yang penuh empati. Doa, pelayanan rohani, dan firman penguatan menjadi bagian integral dalam pemulihan. Seperti Yesus yang menangis bersama Marta dan Maria (Yoh. 11:35), gereja hadir bukan hanya memberi jawaban, tetapi juga menanggung beban bersama.
  • Engel’s Scale: korban bencana yang berada di –7 (skeptis, merasa Allah tidak peduli) dapat bergerak ke –4(merasakan kasih Allah secara nyata), membuka ruang untuk langkah iman berikutnya.

2. Pasar Murah (One Day Mission)

  • Sekadar sosial: menjual kebutuhan pokok dengan harga murah untuk meringankan beban masyarakat.
  • Diakonia transformatif: pasar murah bukan sekadar transaksi ekonomi, tetapi wadah pelayanan kasih dan relasi. Disertai doa, pelayanan kesehatan sederhana, bahkan ibadah singkat. Penerima tidak hanya merasa terbantu secara ekonomi, tetapi juga mengalami atmosfer Kerajaan Allah.
  • Kabar Baik: dalam interaksi hangat dan pelayanan kasih, Injil hadir. Sama seperti Yesus memberi makan lima ribu orang lalu mengarahkan mereka kepada “Roti Hidup” (Yoh. 6:35), pasar murah membuka jalan untuk memperkenalkan Kristus sebagai kebutuhan utama hidup.
  • Engel’s Scale: masyarakat yang berada di –6 (kurang peduli pada iman) dapat bergerak ke –3 (terbuka melalui pengalaman kasih nyata), bahkan ke –1 (mulai tertarik mendengar Injil).

C. Pemberdayaan

1. Kemitraan dengan Gereja Lokal sebagai Pusat Transformasi

  • Sekadar sosial: program pemberdayaan hanya berupa pelatihan kerja atau usaha mikro yang berhenti di peningkatan ekonomi.
  • Diakonia transformatif: gereja dilibatkan sebagai pusat transformasi, bukan hanya tempat ibadah. Program pemberdayaan (ekonomi, keterampilan, sosial) dijalankan bersama gereja, sehingga penerima tidak hanya ditolong secara praktis, tetapi juga menjadi bagian dari komunitas rohani yang memuridkan.
  • Kabar Baik: melalui gereja lokal, Injil diberitakan secara kontekstual. Gereja menjadi teladan kasih yang konsisten, sehingga orang melihat bahwa transformasi sejati bersumber dari Kristus. Seperti Kisah Para Rasul 2:42–47, komunitas beriman menjadi pusat kasih, solidaritas, dan pertumbuhan iman.
  • Engel’s Scale: komunitas yang berada di –3 (terbuka pada Injil) dapat bergerak ke 0 (pertobatan) dan bertumbuh ke +1/+2 (pemuridan & pelayanan). Dengan demikian, gereja menjadi hub pertumbuhan iman, bukan sekadar tempat ibadah.

Tabel Integrasi Program:

Dari Sosial ke Diakonia Transformatif & Pemberitaan Injil**

Bidang / ProgramMengapa bukan sekadar sosialDimensi Injil & Diakonia TransformatifTahapan Engel’s Scale
Pendidikan
Beasiswa & Mentoring KarakterTidak hanya membantu biaya, tetapi mendampingi dengan pembentukan karakter & mentoring rohani.Relasi pribadi dengan mentor jadi sarana pewartaan Injil; nilai Kristiani ditanamkan; anak belajar hidup dalam kasih Allah.Dari –6 (minim pengetahuan iman) → –3 (terbuka pada nilai Kristiani) → 0(pertobatan).
Pendirian Sekolah Berbasis KristianiTidak hanya menyediakan pendidikan umum, tetapi juga menanamkan worldview Kristiani.Sekolah menjadi “ladang misi”: ilmu & iman dipadukan, anak-anak mengalami kasih Allah setiap hari.Dari –5 (menghargai nilai moral) → –2 (bertanya tentang iman) → 0 (percaya Kristus).
Pelatihan Guru & Pengajar RohaniTidak sekadar meningkatkan kemampuan mengajar, tetapi membentuk guru sebagai agen rohani.Guru diperlengkapi untuk jadi teladan hidup & saksi Kristus; mengajar sekaligus menggembalakan.Dari –7 (skeptis terhadap iman) → –4 (merasakan kasih lewat guru) → –1/0(pertobatan).
Kemanusiaan
Program Bencana (Rescue–Recovery–Resilience)Tidak hanya bantuan darurat, tetapi juga pemulihan trauma & penguatan ekonomi pasca-bencana.Kasih Allah hadir dalam penderitaan; doa & pelayanan firman meneguhkan korban; harapan dipulihkan.Dari –7 (merasa Allah tidak peduli) → –4 (mengalami kasih Allah) → membuka hati untuk Injil.
Pasar Murah (One Day Mission)Tidak hanya transaksi murah, tetapi momen perjumpaan & pelayanan kasih.Ada doa, pelayanan kesehatan, ibadah singkat; kebutuhan jasmani dipenuhi sambil Injil diberitakan.Dari –6 (kurang peduli iman) → –3 (terbuka lewat kasih nyata) → –1 (tertarik Injil).
Pemberdayaan
Kemitraan dengan Gereja Lokal sebagai Pusat TransformasiTidak hanya melatih skill, tetapi menghubungkan penerima dengan gereja lokal.Gereja jadi pusat transformasi: pemuridan, ibadah, & pelayanan berjalan seiring dengan pemberdayaan.Dari –3 (terbuka) → 0(pertobatan) → +1/+2(pemuridan & pelayanan).

Ringkasan:

  • Setiap program YGISI = jembatan kasih Allah → sarana pewartaan Injil → langkah pertumbuhan iman.
  • Engel’s Scale = dipakai sebagai kompas: program tidak berhenti di output sosial, tetapi memastikan ada pergeseran rohani dari skeptis → terbuka → percaya → bertumbuh.
  • ART YGISI (Pendidikan, Kemanusiaan, Pemberdayaan) = bukan sekadar kategori sosial, melainkan wadah strategis untuk melaksanakan Dominion Mandate dan Evangelical Mandate.

Penutup:

Ke depan, YGISI harus terus menjaga identitasnya sebagai pelayan kasih Allah yang holistikmenghadirkan kasih Kristus yang nyata sekaligus membangun transformasi yang berkelanjutan. Dalam perspektif Alkitab, kasih tidak pernah berhenti pada tindakan belas kasihan sesaat, tetapi selalu mengarah pada pemulihan hidup yang utuh. Seperti ditegaskan Yesaya 58:6–7, ibadah yang sejati adalah membebaskan yang tertindas, memberi makan yang lapar, dan menyediakan tempat tinggal bagi yang tersingkirkan. Pelayanan ini menjadi tanda nyata dari Kerajaan Allah yang sedang datang di tengah dunia. John Stott kembali mengingatkan, “Kita tidak boleh memisahkan apa yang Allah telah satukan: pewartaan Injil dan tanggung jawab sosial.” Dengan demikian, YGISI dipanggil untuk menghadirkan Injil yang berwujud—bukan hanya lewat kata, tetapi juga lewat transformasi nyata yang bisa dirasakan oleh manusia dan komunitas.

Lebih jauh lagi, setiap program YGISI harus dipandang sebagai bagian dari proses perjalanan iman sesuai Engel’s Scale. Bantuan kemanusiaan membuka hati yang skeptis, pendidikan menanamkan nilai Kristiani, dan pemberdayaan menolong komunitas melangkah dari keterbukaan menuju pertobatan dan pemuridan. Dengan mengintegrasikan Dominion Mandate (mengelola ciptaan & memberdayakan) dan Evangelical Mandate (memberitakan Injil & memuridkan), YGISI dipanggil bukan hanya untuk menjawab kebutuhan mendesak, tetapi juga menuntun penerima manfaat dari keterabaian menuju kedewasaan iman. Seperti kata Yesus dalam Matius 5:14–16, “Kamu adalah terang dunia.” Maka YGISI dipanggil untuk menjadi terang bagi bangsa, agen transformasi bagi komunitas, dan saksi nyata dari Kerajaan Allah yang hadir di dunia ini.

Lampiran: Strategic Framework GISI

  1. Holistik: Menyentuh aspek rohani, sosial, ekonomi, dan emosional.
  2. Transformative: Fokus pada perubahan jangka panjang, bukan hanya bantuan sesaat.
  3. Sustainable: Program didesain agar komunitas dapat melanjutkan tanpa ketergantungan.
  4. Kingdom-Oriented: Setiap aktivitas adalah sarana menghadirkan kasih Allah dan membuka jalan bagi Injil.
Bidang PelayananTujuan Transformasi (Diakonia Transformatif)Kaitan dengan Engel ScaleIndikator Sustainability
Pendidikan (Education)Membentuk generasi yang berkarakter, berpengetahuan, dan beriman; mendidik dalam nilai Kerajaan Allah.Dari –6 (kurang pemahaman tentang iman Kristen) → –3 (mulai terbuka pada nilai Kristiani melalui pendidikan).– Beasiswa berkelanjutan
– Mentoring rohani & karakter
– Pendirian sekolah berbasis Kristiani
– Alumni kembali memberi dampak bagi komunitas
Kemanusiaan (Humanitarian)Menolong orang miskin, tertindas, dan korban bencana; bukan hanya bantuan darurat tetapi juga membangun pemulihan jangka panjang.Dari –7 (skeptis/terabaikan) → –4 (mengalami kasih nyata yang membuka hati pada Injil).

– Program pasca-bencana (trauma healing, pemulihan ekonomi)
– Bantuan yang membangun kemandirian (contoh: food bank berbasis komunitas)
– Jaringan respon cepat IFGF + GISI
Pemberdayaan (Empowerment)Mengembangkan kapasitas ekonomi, sosial, dan rohani komunitas agar mandiri; membangun ekosistem hidup yang bermartabat.Dari –5 (hidup tanpa harapan, terikat kemiskinan) → –2 (punya harga diri, siap menerima kabar baik & penginjilan personal).

– Pelatihan usaha mikro & akses pasar
– Literasi keuangan & koperasi komunitas
– Program pemberdayaan berbasis gereja/iCare
– Monitoring kemandirian komunitas dalam 3–5 tahun
Menjadikan semua bidang sebagai ekspresi dominion mandate dan pintu masuk Injil.Membawa orang semakin dekat pada titik conversion (–3 → 0).– Evaluasi program dengan Engel Scale
– Testimoni penerima program yang mengalami perubahan rohani
– Keterlibatan gereja lokal dalam setiap inisiatif

Prinsip Pelaksanaan

1. Holistik

Pelayanan YGISI harus bersifat holistikmenjangkau seluruh dimensi kehidupan: rohani, sosial, ekonomi, dan emosional. Dalam Alkitab, keselamatan bukan hanya menyangkut jiwa, tetapi seluruh aspek manusia dan ciptaan (shalom). Yesus sendiri melayani dengan cara menyembuhkan yang sakit, memberi makan yang lapar, mengajar kebenaran, dan mengampuni dosa. Semua ini menunjukkan bahwa kasih Allah menyentuh keutuhan hidup manusia. Karena itu, setiap program YGISI, baik pendidikan, kemanusiaan, maupun pemberdayaan, harus memadukan aspek rohani (pembentukan iman), sosial (relasi & komunitas), ekonomi (kemandirian), dan emosional (pemulihan batin). Dengan demikian, Injil bukan hanya diberitakan, tetapi dialami dalam setiap aspek kehidupan.


2. Transformative

Pelayanan YGISI berfokus pada perubahan jangka panjang, bukan sekadar bantuan sesaat. Inilah bedanya diakonia transformatif dengan diakonia karitatif. Yesaya 61:1–4 menegaskan bahwa misi Mesias bukan hanya membebaskan yang tertindas, tetapi juga membangun kembali reruntuhan yang sudah berabad-abad. Prinsip ini mendorong YGISI untuk tidak berhenti pada “memberi ikan,” melainkan juga “memberi kail,” bahkan lebih jauh lagi: mengubah pola pikir dan hati sehingga orang bisa hidup dalam pengharapan baru. Transformasi yang sejati terjadi ketika penerima manfaat tidak hanya ditolong, tetapi juga mampu menolong orang lain—menjadi saksi Kristus bagi lingkungannya.


3. Sustainable

Setiap program YGISI harus dirancang agar bisa berkelanjutan dan tidak menimbulkan ketergantungan. Prinsip ini berakar pada penatalayanan (stewardship) yang benar: sumber daya Allah harus digunakan dengan bijak untuk menghasilkan buah yang berlipat ganda (Mat. 25:14–30). Itu berarti, beasiswa harus melahirkan alumni yang kembali menjadi mentor; bantuan bencana harus membangun resiliensi komunitas; pemberdayaan harus menciptakan komunitas yang mandiri. Keberlanjutan juga berarti melibatkan penerima manfaat sebagai subjek aktif, bukan objek pasif. Dengan demikian, program YGISI akan terus hidup meskipun dana eksternal berkurang, karena komunitas sudah mengambil kepemilikan atas proses transformasi itu.


4. Kingdom-Oriented

Prinsip tertinggi YGISI adalah bahwa semua aktivitas adalah sarana menghadirkan Kerajaan Allah. Yesus berkata dalam Matius 6:33: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Orientasi Kerajaan berarti YGISI tidak sekadar menjalankan kegiatan sosial atau filantropi, tetapi melaksanakan Dominion Mandate (menata ciptaan & memberdayakan manusia) dan Evangelical Mandate (memberitakan Injil & memuridkan bangsa). Setiap aktivitas—beasiswa, pasar murah, program bencana, pemberdayaan komunitas—harus menjadi tanda dan sarana kasih Allah, membuka hati orang untuk Injil, dan membawa mereka bertumbuh dalam Engel’s Scale. Dengan orientasi ini, YGISI tidak hanya memberi pertolongan, tetapi menghadirkan Kerajaan Allah di bumi, sehingga nama Kristus dimuliakan.

Prinsip pelaksanaan YGISI = Holistik (menjangkau seluruh aspek hidup), Transformative (berubah jangka panjang), Sustainable (tidak menciptakan ketergantungan), dan Kingdom-Oriented (mengarahkan semua pada misi Injil & Kerajaan Allah).


Instrumen Evaluasi Berbasis Engel’s Scale

1. Tujuan

  • Membantu YGISI mengetahui dampak rohani dari setiap program, selain dampak sosial-ekonomi.
  • Mengukur apakah penerima manfaat semakin terbuka kepada Injil dan bergerak maju dalam perjalanan iman.

2. Format Penilaian

Penerima manfaat bisa ditempatkan pada rentang Engel’s Scale (–8 sampai +4) berdasarkan observasi, interaksi langsung, atau survey sederhana.

Kategori Engel’s Scale (disederhanakan untuk evaluasi):

  • –7 / –6 → Tidak mengenal Injil / skeptis / menolak.
  • –5 / –4 → Terbuka terhadap nilai Kristiani, mulai ingin tahu.
  • –3 / –2 → Aktif bertanya tentang iman, mencari makna hidup.
  • –1 / 0 → Mengambil keputusan percaya kepada Kristus.
  • +1 / +2 → Mulai ikut kelompok rohani, bertumbuh dalam iman.
  • +3 / +4 → Aktif melayani & menjadi saksi bagi orang lain.

3. Contoh Pertanyaan Evaluasi

(Dapat dilakukan lewat wawancara singkat, kuesioner, atau diskusi kelompok)

a. Pendidikan

  • Apakah program ini membantu Anda memiliki harapan lebih besar tentang masa depan?
  • Apakah Anda merasa nilai yang Anda pelajari berbeda dari yang Anda kenal sebelumnya?
  • Apakah Anda tertarik belajar lebih banyak tentang iman atau nilai Kristiani?

b. Kemanusiaan

  • Saat menerima bantuan, apakah Anda merasa ini adalah bentuk kasih dari Tuhan?
  • Apakah pengalaman ini membuat Anda lebih terbuka untuk mendengar tentang iman Kristen?
  • Apakah ada perubahan pandangan Anda tentang siapa Allah atau bagaimana Dia peduli pada Anda?

c. Pemberdayaan

  • Apakah Anda merasa program ini memberi kekuatan untuk hidup lebih mandiri?
  • Apakah Anda ingin terlibat dalam komunitas/gereja yang mendukung pertumbuhan Anda?
  • Apakah Anda merasa terpanggil untuk membantu orang lain sebagaimana Anda telah ditolong?

4. Skoring & Analisis

Setiap jawaban tidak dinilai benar-salah, tetapi dipetakan ke tahap Engel’s Scale.

Contoh:

  • Jawaban “Saya tidak percaya Tuhan peduli pada saya” → –6 (skeptis).
  • Jawaban “Saya mulai tertarik ikut diskusi Alkitab” → –3 (terbuka).
  • Jawaban “Saya percaya Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat saya” → 0 (pertobatan).
  • Jawaban “Sekarang saya ikut melayani di gereja” → +2 (pemuridan awal).

5. Laporan Evaluasi

Hasil evaluasi bisa disajikan dalam bentuk:

  • Diagram distribusi → berapa % penerima di tiap tahap Engel’s Scale.
  • Perubahan sebelum & sesudah program → apakah ada pergeseran tahap iman.
  • Cerita dampak (impact stories) → testimoni penerima yang mengalami perubahan iman.

Kesimpulan:
Dengan menggunakan Engel’s Scale, YGISI dapat memastikan bahwa setiap program tidak berhenti pada dampak sosial, tetapi benar-benar mengarahkan orang kepada pertumbuhan iman. Evaluasi ini sekaligus memperlihatkan bagaimana Dominion Mandate (pemulihan kehidupan) berjalan beriringan dengan Evangelical Mandate (pertumbuhan iman dalam Kristus).


Tinggalkan komentar