FROM JERUSALEM TO THE END OF THE WORLD

Gereja bukan hanya sekumpulan orang yang beribadah setiap minggu, tetapi sebuah movement yang hidup dan bergerak membawa kasih Kristus ke dunia. Sebagai gereja lokal, IFGF Semarang berfungsi sebagai struktur modality — rumah rohani tempat umat Tuhan bertumbuh, berakar, dan dibangun dalam iman. Dari rumah inilah lahir orang-orang yang diutus untuk membawa terang Kristus ke luar tembok gereja.
Untuk menjangkau dunia dengan kasih dan tindakan nyata, kita mendirikan Yayasan Generasi Insan Sejahtera Indonesia (GISI) sebagai struktur sodality — kendaraan misi yang bergerak melampaui batas gereja lokal, menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah di bidang pendidikan, kemanusiaan, dan pemberdayaan masyarakat.
Seperti gereja mula-mula yang bertumbuh dari Yerusalem ke Yudea, Samaria, dan sampai ke ujung bumi, demikian pula IFGF Semarang dan Yayasan GISI berjalan bersama DUA STRUKTUR, SATU MISI
1. Modality dan Sodality: Dua Sayap Gerakan Kerajaan Allah
Dalam teologi misi dan sosiologi gereja, konsep modality dan sodality diperkenalkan oleh Ralph D. Winter (1978) untuk menjelaskan dua bentuk organisasi dalam tubuh Kristus yang sama-sama sah dan saling melengkapi:
- Modality adalah struktur gerejawi — komunitas iman yang bersifat inklusif, terbuka bagi semua anggota tubuh Kristus dari segala usia, gender, dan latar belakang. Fungsinya adalah pemuridan, persekutuan, dan pertumbuhan rohani umat Allah.
- Sodality adalah struktur misioner — organisasi yang bersifat eksklusif dan berfokus pada tujuan tertentu, seperti penginjilan lintas budaya, pelayanan sosial, pendidikan, atau diakonia. Fungsinya adalah mobilisasi dan pengutusan anggota untuk melaksanakan misi Allah (Missio Dei).
Modality exists to gather and nurture the people of God; Sodality exists to mobilize and send them into the world.
2. IFGF Semarang sebagai Struktur Modality
Sebagai gereja lokal, IFGF Semarang berfungsi sebagai modality karena:
- Ia merupakan tubuh Kristus lokal (local expression of the Body of Christ) yang menampung seluruh jemaat untuk beribadah, bertumbuh, dan hidup dalam persekutuan.
- Struktur gereja lokal bersifat inklusif, terbuka bagi siapa saja yang ingin mengenal dan mengikuti Kristus.
- Fokus utamanya adalah pemuridan, pengajaran, dan pembentukan karakter Kristus dalam kehidupan umat.
- Di dalamnya terdapat ritus sakramental, pembinaan iman, serta penggembalaan yang terus memperlengkapi jemaat menjadi murid Kristus sejati.
Dengan demikian, IFGF Semarang berfungsi sebagai “rahim rohani” tempat lahir, tumbuh, dan dipelihara para murid Kristus.
3. Yayasan Generasi Insan Sejahtera Indonesia (YGISI) sebagai Struktur Sodality
Namun, gereja tidak berhenti pada dirinya sendiri. Dari dalam modality, Tuhan memunculkan sodality — wadah misi yang lebih terarah dan fungsional.
Yayasan Generasi Insan Sejahtera Indonesia (YGISI) berdiri sebagai ekspresi sodality dari IFGF Semarang karena:
- Ia merupakan organisasi misi dan pelayanan yang lahir dari gereja, tetapi bekerja di luar struktur gerejawi untuk menjangkau masyarakat luas.
- Fokusnya bukan pada kehidupan liturgis internal, tetapi pada implementasi mandat budaya (Cultural Mandate) dan mandat Injil (Evangelical Mandate) — menjangkau, memulihkan, dan memberdayakan komunitas.
- Bentuk kegiatannya bersifat fungsional dan terarah: pendidikan, kemanusiaan, pemberdayaan ekonomi, pelatihan kepemimpinan, dan transformasi sosial.
- Anggotanya bersifat terpilih dan komitmen, mirip dengan tim misi di Perjanjian Baru (misalnya Paulus dan Barnabas, Kisah 13:1–3).
Dengan demikian, YGISI bukan sekadar lembaga sosial, tetapi “struktur pengutusan” dari gereja yang menjalankan misi Allah di ruang publik dan dunia profesional.
4. Relasi antara Modality dan Sodality
Hubungan keduanya bukan kompetisi, melainkan komplementer dan simbiotik.
| Aspek | Modality (IFGF Semarang) | Sodality (YGISI) |
|---|---|---|
| Tujuan utama | Pemuridan dan pembentukan rohani | Pengutusan dan transformasi dunia |
| Sifat keanggotaan | Inklusif – terbuka untuk semua | Eksklusif – berbasis panggilan dan misi |
Struktur | Gerejawi (berpusat pada jemaat) | Misioner (berpusat pada tugas) |
Fokus | Persekutuan & Ibadah | Aksi & Pengutusan |
| Mandat teologis | Amanat Agung (Matius 28:19-20) dalam konteks komunitas | Amanat Budaya (Kejadian 1:28) dalam konteks masyarakat |
| Hasil akhir | Jemaat yang dewasa dalam Kristus | Transformasi masyarakat dan bangsa |
Gereja tanpa sodality cenderung menjadi inward-looking, sementara sodality tanpa modality menjadi kegiatan sosial tanpa akar rohani. Keduanya harus berjalan bersama agar mandat Allah terlaksana secara utuh.

5. Teologi Integratif: Mandat Ganda
Kombinasi IFGF Semarang dan YGISI mencerminkan dua mandat Allah yang menyatu dalam Injil Kerajaan:
- Mandat Injil (Evangelical Mandate) – menjangkau jiwa, membawa keselamatan rohani (Markus 16:15).
- Mandat Budaya (Cultural Mandate) – mengelola bumi, membangun masyarakat, dan menegakkan keadilan (Kejadian 1:28; Mikha 6:8).
YGISI adalah perpanjangan tangan IFGF Semarang untuk mewujudkan kasih Allah secara nyata di dunia: “Supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu di sorga.” (Matius 5:16)
6. Penutup: Dua Struktur, Satu Misi
IFGF Semarang dan YGISI bukan dua entitas terpisah, melainkan dua ekspresi dari satu Misi Allah (Missio Dei).
Gereja (modality) menumbuhkan murid Kristus. Yayasan (sodality) mengutus mereka menjadi garam dan terang di tengah bangsa.
“The church gathers to worship; the mission organization goes to work. But both serve one King and one Kingdom.”
— Ralph Winter
PERBEDAAN PARADIGMA MODALITY DAN SODALITY
1. Satu Tubuh, Dua Struktur, Satu Misi
Modality dan sodality adalah dua cara Allah mengekspresikan misi-Nya melalui gereja:
Modality adalah tubuh komunitas — bagian dari gereja yang berfungsi sebagai rumah rohani: tempat orang percaya bertumbuh, dibentuk, dan diperlengkapi.
Sodality adalah tubuh misi — bagian dari gereja yang berfungsi sebagai kendaraan: membawa kasih, Injil, dan transformasi ke luar tembok gereja.
Keduanya sama-sama bagian dari tubuh Kristus, sebagaimana tangan dan kaki memiliki fungsi yang berbeda tetapi tetap satu tubuh (1 Korintus 12:12–27). Namun untuk berfungsi dengan benar, masing-masing memerlukan paradigma yang khas — cara berpikir, merasa, dan bertindak yang selaras dengan perannya.
2. Paradigma Mereka yang Menjalankan Modality
Paradigma modality adalah paradigma gembala, pembangun, dan pemelihara tubuh Kristus.
Mereka berpikir dan bertindak dengan kerangka komunitas, kedewasaan, dan kesetiaan.
a. Paradigma Kehidupan Komunitas (Community-Oriented)
“Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan.” — Kisah 2:42
Mereka memandang gereja sebagai keluarga Allah — tempat orang diterima, dibina, dan bertumbuh bersama. Paradigma ini menekankan hubungan, persekutuan, dan stabilitas. Yang diutamakan bukan kecepatan pertumbuhan, tetapi kedalaman akar iman.
b. Paradigma Pemeliharaan Iman (Discipleship-Oriented)
“Bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan.” — 2 Petrus 3:18
Pelaku modality berpikir dalam kerangka pembentukan karakter dan kedewasaan rohani. Fokus mereka bukan hasil instan, melainkan proses pembentukan yang terus berlangsung (spiritual formation). Mereka memandang kesetiaan dalam hal-hal kecil sebagai bukti pertumbuhan sejati.
c. Paradigma Stabilitas dan Ketekunan (Faithful Stewardship)
“Dan apa yang telah kau dengar dariku … percayakanlah kepada orang-orang yang dapat dipercayai.” — 2 Timotius 2:2
Pelaku modality percaya bahwa perubahan sejati terjadi melalui konsistensi, kesetiaan, dan penggembalaan yang sabar. Mereka memelihara ritme rohani, mengajarkan nilai, dan menjaga kesehatan tubuh Kristus.
Paradigma MODALITY adalah paradigma PENGGEMBALAAN.
3. Paradigma Mereka yang Menjalankan Sodality
Paradigma sodality adalah paradigma pengutus, pelopor, dan penembus batas. Mereka berpikir dan bertindak dengan kerangka misi, gerakan, dan inovasi.
a. Paradigma Misi (Mission-Oriented)
“Pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” — Matius 28:19
Mereka melihat dunia sebagai ladang pelayanan dan menganggap gereja dipanggil untuk keluar dari temboknya. Fokus mereka adalah menjangkau yang belum terjangkau, melayani yang terlupakan, dan membawa kasih Kristus ke konteks nyata — pendidikan, kemanusiaan, ekonomi, dan kebudayaan.
b. Paradigma Gerakan (Movement-Oriented)
“Sebab Aku akan mengutus mereka ke kota-kota lain juga.” — Markus 1:38
Mereka berpikir dalam kerangka dampak dan transformasi sosial. Alih-alih menunggu orang datang ke gereja, mereka membawa ekspresi Kerajaan Allah keluar: ke sekolah, yayasan, komunitas, dan bangsa. Paradigma ini menuntut keberanian untuk bergerak, berinovasi, dan mengambil risiko iman.
c. Paradigma Apostolik (Pioneering-Oriented)
Pelaku sodality berpikir seperti utusan Kristus — membangun di tempat baru, membuka jalan, dan memperluas batas. Mereka tidak terikat bentuk, tetapi terarah pada purpose: membawa transformasi dan menegakkan nilai-nilai Kerajaan.
Paradigma SODALITY adalah APOSTOLIC.
4. Perbandingan Paradigma
| Aspek | Paradigma Modality | Paradigma Sodality |
|---|---|---|
| Cara pandang | Gereja sebagai keluarga | Gereja sebagai gerakan |
| Fokus | Pembentukan karakter dan komunitas | Penjangkauan dan transformasi |
| Motivasi utama | Kesetiaan dan kedewasaan | Ketaatan dan keberanian |
Pendekatan | Pastoral, relasional, konsisten | Apostolik, strategis, adaptif |
Risiko yang dihadapi | Terlalu nyaman dan stagnan | Terlalu cepat dan kehilangan akar |
Metafora | Rumah — tempat bertumbuh | Mobil — alat untuk bergerak |
Orientasi | Come and be discipled | Go and make disciples |
5. Kesimpulan: Dua Paradigma, Satu Tujuan

Kedua paradigma ini tidak bertentangan, melainkan komplementer.
Gereja tanpa modality akan kehilangan akar; gereja tanpa sodality akan kehilangan arah.
Keduanya dibutuhkan agar tubuh Kristus utuh — berakar dalam kasih, dan bergerak dalam misi.
“Gereja yang sehat adalah gereja yang menumbuhkan rumah di dalam dan menggerakkan kendaraan ke luar.”
— Ralph Winter, The Two Structures of God’s Redemptive Mission