Refleksi dari Yohanes 21 untuk Para Pengusaha
Yohanes 21:15 – “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada ini?”
Setelah kebangkitan Yesus, murid-murid mengalami kebingungan dan ketidakpastian. Meski telah melihat Yesus bangkit, mereka belum sepenuhnya memahami arah dan panggilan mereka. Dalam ketidakjelasan itu, Petrus berkata, “Aku pergi menangkap ikan.” (Yoh. 21:3)
Ini adalah tindakan yang sarat makna. Petrus kembali ke profesi lamanya—bukan karena iseng, tapi karena ia belum tahu harus melakukan apa setelah kegagalannya menyangkal Yesus. Kembali ke “ikan” adalah kembali ke zona nyaman, ke identitas lama, seolah-olah berkata: “Aku sudah gagal jadi murid. Setidaknya aku masih bisa jadi nelayan.”
Namun, seperti di awal perjumpaannya dengan Yesus (Luk. 5:5-11), mereka kembali gagal menangkap apa pun semalaman—sebuah gambaran bahwa tanpa Yesus, kerja keras kita sia-sia.
Di pagi hari, Yesus berdiri di tepi pantai dan menyuruh mereka menebarkan jala ke sebelah kanan. Hasilnya? Jala mereka penuh, bahkan hampir koyak (Yoh. 21:6,11). Ini adalah mujizat yang membangkitkan ingatan akan panggilan pertama mereka—Yesus ingin menunjukkan bahwa panggilan mereka bukan kembali ke ikan, tetapi kembali kepada-Nya.
Pertanyaan Yesus kepada Petrus setelah kebangkitan-Nya ini bukan sekadar menguji kasih secara umum, tetapi sebuah konfrontasi pribadi dan penuh kasih. Kata “lebih dari pada ini” (Greek: pleon touton) menimbulkan diskusi: apakah Yesus merujuk pada murid-murid lain, hasil tangkapan ikan, atau kehidupan lama Petrus sebagai nelayan?
Konteks menunjukkan bahwa Yesus menunjuk pada ikan-ikan itu, simbol dari pekerjaan, hasil usaha, dan kehidupan lama Petrus. Dengan kata lain, Yesus sedang bertanya:
“Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pekerjaaanmu? Lebih dari berkat materi? Lebih dari zona nyamanmu?”
Ini adalah pertanyaan yang Yesus ajukan kepada setiap murid, terlebih para pemimpin dan pengusaha Kristen masa kini: Apakah engkau mengasihi Yesus lebih dari kesuksesanmu, karirmu, bisnismu, atau segala pencapaianmu?
Makna bagi Para Pengusaha dan Pekerja Masa Kini:
1. Ikan adalah Simbol Berkat.
Dalam Yohanes 21, ikan-ikan yang ditangkap murid-murid bukan sekadar hasil tangkapan biasa. Mereka adalah simbol dari berkat Tuhan—apa yang dicari manusia melalui kerja keras, keterampilan, dan pengalaman. Bagi Petrus dan kawan-kawan, ikan adalah mata pencaharian, sumber penghidupan, dan bahkan lambang kesuksesan profesional mereka.
Yesus tidak pernah mencela ikan itu. Ia sendiri yang memberi perintah untuk menebarkan jala, dan dari tangan-Nya-lah berkat itu mengalir. Hal ini menunjukkan bahwa berkat materi, bisnis yang berkembang, keuntungan finansial, dan keberhasilan profesional bukanlah sesuatu yang jahat. Mereka adalah hasil dari anugerah dan penyertaan Tuhan.
Namun, masalah muncul ketika hati lebih melekat pada “ikan” daripada pada Yesus yang memberi ikan.
Ul. 8:18 – “Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan…”
Ketika “ikan” menjadi pusat perhatian, sumber rasa aman, dan tolok ukur identitas, maka berkat itu berubah fungsi. Ia beralih dari sarana kepada tujuan. Dari pemberian kepada pengganti Tuhan. Dalam bahasa teologis, itulah berhala.
“Ketika berkat menjadi pengganti Sang Pemberi, berkat itu berubah menjadi berhala.”
Dalam perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh (Lukas 12:16–21), Yesus menggambarkan seseorang yang hidup dalam kelimpahan hasil panen dan berkata kepada dirinya sendiri, “Jiwaku, ada banyak barang tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah.” Namun Tuhan menjawab dengan tegas, “Hai orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil daripadamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?” Kesalahan fatal orang ini bukan terletak pada kekayaannya, melainkan pada keangkuhan rohaninya—ia menaruh kepercayaan dan rasa aman sepenuhnya pada kekayaan materi, bukan kepada Tuhan yang memberi hidup. Ia lupa bahwa jiwa tidak bisa dipuaskan oleh lumbung yang penuh, dan bahwa waktu hidup bukan ditentukan oleh rencana finansial, tetapi oleh kedaulatan Allah.
Aplikasi untuk Pengusaha dan Profesional Kristen:
- Evaluasi hubungan dengan pekerjaan: Apakah saya bekerja untuk Tuhan, ataukah pekerjaan telah mengambil tempat Tuhan di hatiku?
- Periksa motivasi saat mengejar profit: Apakah saya mencari keuntungan untuk memperluas Kerajaan Allah, atau sekadar memperbesar kerajaan pribadi?
- Terapkan prinsip penyembahan: Jangan pernah menyembah apa yang hanya pantas disyukuri. Ikan adalah berkat untuk dinikmati, bukan Tuhan untuk disembah.
“Ketika berkat menjadi pengganti Sang Pemberi, berkat itu berubah menjadi berhala.”
2. Yesus Memanggil Kembali: “Apakah Engkau Mengasihi Aku Lebih dari Ini?”
Pertanyaan Yesus kepada Petrus dalam Yohanes 21:15—“Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada ini?”—adalah panggilan ilahi yang dalam dan penuh kasih. Kata “mengasihi” dalam bahasa Yunani pada ayat ini adalah ἀγαπᾷς (agapas), bentuk dari kata agapē—kasih tanpa syarat, kasih ilahi yang murni dan setia. Ini bukan kasih yang dangkal atau berdasarkan manfaat, tetapi kasih yang menempatkan Yesus di atas segalanya. Menariknya, dalam respons Petrus, ia tidak menggunakan kata agapaō, tetapi φιλῶ (phileō)—kasih persahabatan, kasih yang hangat namun lebih rendah derajatnya daripada agapē. Ini menunjukkan bahwa Petrus, setelah kegagalannya menyangkal Yesus tiga kali, tidak lagi merasa layak mengklaim kasih tertinggi itu. Namun, Yesus dengan lembut menurunkan standar pertanyaannya di ayat ketiga, menggunakan kata phileō, menunjukkan bahwa Ia menerima kasih Petrus apa adanya dan tetap memanggilnya untuk menggembalakan domba-domba-Nya.
Pertanyaan Yesus kepada Petrus dalam Yohanes 21:15—“Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada ini?”—bukanlah pertanyaan yang kosong atau retoris. Dalam konteks saat itu, “hal-hal ini” (Greek: τούτων, toutōn) secara jelas menunjuk pada ikan-ikan yang baru saja mereka tangkap dalam jumlah besar, simbol berkat materi, hasil kerja keras, dan pencapaian profesional. Dengan kata lain, Yesus sedang bertanya, “Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari engkau mengasihi berkat-Ku? Lebih dari kesuksesan yang Aku berikan kepadamu?”
Yesus tidak menentang kerja keras, produktivitas, atau kekayaan yang diperoleh dengan jujur—faktanya, Dia sendiri yang mengarahkan jala dan memberkati tangkapan. Tapi ketika berkat-berkat itu mulai mengambil alih pusat kasih dan perhatian kita, ketika mereka menjadi sumber rasa aman, makna diri, dan kebanggaan, maka kasih kita kepada Yesus mulai tergeser. Dalam teologi, ini disebut disordered love—ketika kasih yang sah diarahkan secara tidak proporsional, dan akibatnya menggantikan tempat Tuhan dalam hati.
Seperti dikatakan oleh Tim Keller, “An idol is anything more important to you than God—anything that absorbs your heart and imagination more than God.” Bahkan berkat yang dari Tuhan, jika dicintai melebihi Tuhan, berubah menjadi berhala. Dalam bahasa bisnis: berkat yang dijadikan pusat akan menggantikan Pribadi yang seharusnya jadi pusat.
Ini adalah momen evaluasi bagi setiap orang percaya di marketplace: Apakah aku membangun bisnis untuk Kristus, atau hanya mengatasnamakan-Nya? Apakah aku lebih mencintai keberhasilan, atau pribadi Yesus sendiri? Apakah aku merasa “sukses secara rohani” karena prestasi, bukan karena kedekatan dengan Tuhan?
Secara teologis, pertanyaan ini menyentuh inti dari Kristologi praktis—apakah Kristus benar-benar menjadi pusat dari hidup dan usaha kita, ataukah Ia hanya menjadi aksesori rohani untuk mendukung ambisi kita? John Piper berkata, “God is most glorified in us when we are most satisfied in Him.” Jika kepuasan terbesar kita bukan lagi Yesus, tetapi angka omzet, ekspansi bisnis, atau reputasi, maka kita sedang membangun di atas fondasi yang rapuh.
Charles Spurgeon juga mengingatkan, “If you love anything better than God, you are idolaters.” Berkat, pekerjaan, atau bahkan pelayanan yang menggantikan kasih kepada Kristus di hati kita adalah bentuk modern dari penyembahan berhala. Ini bukan soal memilih antara Tuhan dan dosa, melainkan memilih antara kasih yang utama kepada Tuhan atau kasih yang terbagi kepada berkat-Nya.
Panggilan Yesus kepada Petrus adalah panggilan pemulihan, tetapi juga panggilan prioritas. Ia memulihkan Petrus dari kegagalan, tetapi tidak berhenti di sana—Ia menegaskan kembali bahwa dasar dari pelayanan, produktivitas, dan keberhasilan rohani adalah kasih yang utama kepada Kristus. Tanpa kasih itu, semua aktivitas kita hanya menjadi formalitas kosong. Tanpa kasih itu, pelayanan menjadi performa, dan bisnis menjadi ego rohani.
3. Dari Nelayan Menjadi Gembala
Yoh. 21:17 – “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
Setelah tiga kali menyangkal Yesus, Petrus dipulihkan melalui tiga pertanyaan kasih dan satu mandat suci: “Gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yoh. 21:17). Ini bukan sekadar pemulihan emosional, tetapi peneguhan panggilan baru. Yesus memanggil Petrus untuk beralih dari menjadi penangkap ikan—simbol dunia usaha dan pencarian hasil—menjadi penggembala jiwa, pelayan yang merawat, membimbing, dan menjaga kehidupan rohani orang lain. Dalam istilah modern, Yesus mengundang Petrus untuk bertransisi dari orientasi bisnis ke misi, dari produktivitas duniawi ke tanggung jawab rohani.
Kata Yunani yang digunakan Yesus dalam Yohanes 21:17 adalah ποιμαίνε (poimaine), yang berarti “menggembalakan” atau “merawat sebagai gembala,” mencakup melindungi, memberi makan, dan memimpin. Ini menandakan sebuah tugas yang membutuhkan kasih, kesetiaan, dan pengorbanan—bukan sekadar strategi atau manajemen. Panggilan ini juga relevan untuk para pengusaha Kristen: apakah hidup dan bisnis kita sekadar menjala ikan, ataukah sudah dipakai untuk menggembalakan domba-domba Kristus?
Yesus tidak melarang Petrus untuk menangkap ikan selamanya—tetapi Ia menekankan bahwa hasil tidak boleh lebih penting dari hati. Dalam hal ini, para profesional dan pengusaha dipanggil untuk membawa nilai Kerajaan ke dalam dunia usaha, bukan sekadar mengejar hasil akhir. Dari cara kita memperlakukan karyawan, memilih mitra bisnis, hingga bagaimana kita mengelola keuntungan—semuanya menjadi bentuk penggembalaan jika dilakukan karena kasih kepada Tuhan dan jiwa manusia.
“Business as mission is not about doing missions with your profit. It’s about doing mission through your business.” — Mats Tunehag
Aplikasi Praktis untuk Para Pengusaha:
1. Miliki Hati Seorang Gembala, Bukan Hanya pengusaha
Seorang gembala tidak hanya peduli pada performa, tetapi pada manusia-manusia. Ia tidak hanya melihat orang sebagai sumber produktivitas, tetapi sebagai pribadi yang perlu dibimbing, dikuatkan, dan dituntun pada kebenaran. Hati menggembalakan adalah hati yang penuh belas kasihan, kesabaran, perhatian pribadi, dan keberanian menegur dalam kasih. Ini adalah hati yang melihat nilai kekal dalam setiap orang—bukan hanya nilai ekonominya.
“Seorang pemimpin sejati melihat potensi ilahi dalam orang lain dan membantu mereka berjalan menuju panggilan Tuhan dalam hidup mereka.” — Bill Johnson
2. Gembalakan Jiwa di Marketplace, Bukan Hanya di Gereja
Menggembalakan bukan hanya tugas pendeta di mimbar—itu adalah panggilan setiap orang percaya di mana pun ia ditempatkan. Marketplace adalah ladang yang luas, dan Tuhan memanggil para pengusaha untuk menjadi gembala di tengah dunia kerja. Ini bisa diwujudkan melalui:
- Mendengarkan dengan empati saat staf menghadapi tekanan hidup.
- Menjadi teladan integritas dan kasih dalam keputusan bisnis.
- Membangun ruang-ruang rohani seperti kelompok doa, mentoring rohani, atau percakapan iman informal.
- Menawarkan perspektif firman saat ada kebingungan moral atau krisis pribadi.
Anda tidak harus berkhotbah—cukup hadir sebagai orang yang mengasihi, memperhatikan, dan menunjukkan jalan kepada Kristus.
3. Siapa yang Bisa Kita Gembalakan? Lebih Banyak dari yang Kita Kira
Gembala tidak memilih-milih domba; ia melayani semua yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Dalam konteks dunia kerja, berikut adalah orang-orang yang dapat Anda gembalakan:
- Karyawan dan tim kerja – bukan hanya dalam skill, tapi dalam karakter dan arah hidup.
- Klien atau mitra bisnis – melalui kejujuran, kesaksian hidup, dan hubungan yang mendalam.
- Junior atau anak magang – dengan memberi waktu, arahan, dan pembentukan nilai.
- Sesama pengusaha atau rekan kerja – melalui kelompok komunitas, pembelajaran bersama, dan saling mendoakan.
“Pemuridan adalah ketika seseorang tahu bahwa hidupmu terbuka untuk mereka, dan bahwa kamu ada untuk mereka ketika mereka mencari Kristus.” — Francis Chan
Penutup: Kasih yang Mengubah Arah Hidup
Di pantai Galilea, Yesus tidak hanya memulihkan Petrus dari kegagalan—Ia menantangnya dengan pertanyaan yang juga menggema bagi kita hari ini:
“Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada ini?”
Ini bukan pertanyaan emosional, tetapi panggilan untuk evaluasi hati. Apakah kita mengasihi Yesus lebih dari berkat-Nya? Lebih dari kesuksesan kita? Lebih dari identitas kita sebagai pengusaha, pemimpin, atau profesional?
Yesus tidak anti kerja keras. Ia sendiri yang memberkati jala yang penuh. Tapi Ia ingin memastikan bahwa hati kita tidak penuh dengan “ikan-ikan”—namun penuh kasih kepada-Nya.
Ia memanggil kita bukan hanya untuk menjala hasil, tetapi untuk menggembalakan jiwa. Bukan hanya membangun bisnis, tetapi memperluas Kerajaan. Bukan hanya untuk menjadi profesional yang berhasil, tetapi pemurid yang setia.
Hari ini, biarlah kita menjawab seperti Petrus—bukan dari tempat kesombongan, tetapi dari kerendahan hati: “Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.”
Karena pada akhirnya, yang akan bertahan bukanlah seberapa banyak “ikan” yang kita tangkap, tapi seberapa banyak jiwa yang kita tuntun kepada Sang Gembala Agung.
Matius 4:19 “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.”
Amin.