Teks Utama: Mazmur 105:17–22
Ayat Kunci: “Sampai saat firman-Nya sudah genap, firman TUHAN menguji dia.” (Mazmur 105:19)
Pendahuluan:
Tuhan mengerti awal dan akhir segala sesuatu. Ia melihat keseluruhan cerita sejak sebelum permulaan hingga sesudah akhir. Namun manusia tidak demikian—kita terbatas oleh waktu. Karena itu, Tuhan menggunakan proses yang berjalan di dalam waktu untuk mewujudkan rencana-Nya. Rencana yang bagi-Nya sudah jelas sejak semula, namun bagi kita tersembunyi dan hanya terungkap sedikit demi sedikit melalui proses kehidupan.
Mengapa demikian? Karena manusia diciptakan dalam batasan waktu dan ruang, sedangkan Allah adalah Pribadi yang kekal. Ia tidak dibatasi oleh dimensi waktu maupun ruang. Alkitab menyebut Dia sebagai “Alpha dan Omega” (Wahyu 22:13)—yang awal dan yang akhir; yang ada sebelum segala sesuatu dimulai dan tetap ada setelah semuanya berakhir. Dengan kata lain, waktu bukanlah batas bagi Tuhan—waktu adalah ciptaan Tuhan.
Namun tidak demikian bagi kita. Manusia hidup di dalam waktu, dan hanya bisa memahami realitas secara bertahap. Kita belajar, bertumbuh, berubah, dan mengenal melalui proses yang berlangsung dari waktu ke waktu. Karena itulah, agar manusia dapat memahami dan mengalami pekerjaan-Nya yang kekal, Tuhan dalam kasih dan kebijaksanaan-Nya memasukkan dimensi kekal-Nya ke dalam sejarah manusia melalui proses.
Kisah Yusuf menggambarkan dengan indah bagaimana Tuhan memakai proses sebagai jembatan antara janji dan penggenapan. Proses itu bukan hukuman, tapi rencana kasih Tuhan untuk membentuk kita agar layak menerima dan menanggung apa yang telah Dia tetapkan sejak awal.
Poin 1: Proses adalah cara Tuhan menanamkan nilai-nilai kekal ke dalam hidup kita yang sementara.
“Ia mengutus seorang mendahului mereka: Yusuf, yang dijual menjadi budak…” (Mazmur 105:17)
Ketika kelaparan akan melanda tanah, Tuhan tidak tinggal diam. Ia mengutus Yusuf lebih dahulu untuk mempersiapkan jalan penyelamatan bagi keluarganya dan banyak orang. Tapi perhatikan cara Tuhan melakukannya: Yusuf tidak dikirim dengan kereta kuda dan sambutan kerajaan. Ia dikirim melalui pengkhianatan, perbudakan, dan penjara.
Ini tampaknya tragis, tapi sesungguhnya itulah cara Tuhan bekerja. Rencana besar-Nya tidak langsung diwujudkan dalam kemegahan, tetapi dimulai dengan proses pembentukan. Dan itulah tempat di mana nilai-nilai kekekalan ditanamkandalam hidup Yusuf—nilai seperti kesetiaan dalam penderitaan, ketaatan dalam ketidakpastian, dan ketergantungan mutlak kepada Tuhan dalam keadaan yang tidak bisa dijelaskan secara logis.
Ps. Jeffrey Rachmat menyatakan dengan sangat tepat: “Allah yang kekal bekerja dalam kehidupan manusia yang fana, dan jembatan antara kekekalan dan kefanaan itu adalah proses.”
Mengapa proses begitu penting? Karena kita hidup dalam keterbatasan waktu dan ruang. Kita tidak mampu menangkap seluruh rencana Tuhan dalam satu momen. Tuhan sudah melihat keseluruhan cerita sejak awal, tapi kita hanya bisa menjalaninya langkah demi langkah. Oleh sebab itu, Tuhan menggunakan proses—langkah demi langkah, musim demi musim—untuk membentuk kita, mengajarkan kita kesabaran, ketekunan, kerendahan hati, iman, dan ketaatan. Dan dalam setiap langkah itulah, Tuhan dengan lembut dan sabar menanamkan nilai-nilai kekekalan ke dalam hati kita. Melalui proses, hidup kita dibentuk bukan hanya untuk keberhasilan sementara, tetapi untuk mencerminkan karakter Kristus dan menjadi bagian dari rencana Tuhan yang abadi.
Alkitab menyebut Allah sebagai “Alpha dan Omega” (Wahyu 22:13)—yang awal dan yang akhir. Ia tidak dibatasi oleh waktu, sebab waktu adalah ciptaan-Nya. Tapi karena kita adalah makhluk waktu, maka Tuhan membimbing kita melalui waktu—melalui proses—agar kita dapat memahami, mengalami, dan bertumbuh dalam kehendak-Nya.
Proses bukan hukuman. Proses adalah kasih. Ia adalah bentuk perhatian Tuhan kepada kita, karena Ia lebih peduli dengan siapa kita sedang menjadi, daripada seberapa cepat kita mencapai tujuan. Yusuf bukan hanya disiapkan untuk posisi tinggi, tapi juga untuk hati yang rendah dan taat.
Tuhan bisa saja langsung membawa kita ke tempat janji. Tapi jika hati kita belum dibentuk, maka posisi itu bisa menghancurkan kita. Sebaliknya, bila kita menjalani proses bersama Tuhan, kita akan menjadi pribadi yang tidak hanya sampai di tujuan, tetapi layak menanggung dan mempersembahkan buah dari tujuan itu kepada Tuhan.
Aplikasi:
Mungkin Anda saat ini sedang berada di “penjara Mesir”—di fase hidup yang membingungkan, menyakitkan, atau terasa stagnan. Tapi jangan keliru menilai keadaan. Tuhan sedang membentuk Anda, bukan menyia-nyiakan Anda.
Alih-alih bertanya, “Kapan ini selesai?”, cobalah bertanya, “Tuhan, apa yang Engkau ingin bentuk dalam diriku hari ini?”
Nilai kekekalan tidak ditanamkan dalam kenyamanan, tetapi dalam ketekunan dan ketaatan saat jalan tidak jelas. Dan itulah yang sedang Tuhan lakukan dalam hidup Anda—sama seperti Ia lakukan pada Yusuf.
Poin 2: Proses Mempersiapkan Kita untuk Menanggung Rencana-Nya
“Sampai saat firman-Nya sudah genap, firman TUHAN menguji dia.” (Mazmur 105:19)
“Raja menyuruh melepaskannya… Ia menjadikan dia tuan atas istananya…” (ay.20–21)
Proses tidak hanya menanamkan nilai, tapi juga membangun kapasitas. Jika Yusuf langsung diangkat tanpa pembentukan, dia tidak akan siap menanggung beban kepemimpinan sebesar itu. Tuhan tidak pernah terburu-buru. Dia menunggu sampai kita siap, bukan hanya sampai waktunya tiba.
Firman Tuhan kepada Yusuf bukan sekadar janji yang menunggu digenapi. Firman itu mengujinya, membentuknya, dan memurnikannya. Proses panjang yang Yusuf alami—dikhianati oleh saudara, dijual menjadi budak, difitnah oleh istri Potifar, dilupakan di penjara—semuanya merupakan cara Tuhan mempersiapkan Yusuf untuk memikul beban rencana besar-Nya.
Jika Yusuf langsung diangkat ke posisi kedua di Mesir tanpa melalui proses itu, dia mungkin belum siap—karakter dan kapasitasnya belum dibentuk. Tuhan tidak hanya mempersiapkan posisi untuk Yusuf, tapi juga mempersiapkan Yusuf untuk posisi itu.
Ps. Jeffrey Rachmat berkata: “Jangan buru-buru sampai tujuan, nanti kamu belum cukup kuat untuk menanggungnya.”
Inilah sebabnya Tuhan tidak pernah terburu-buru. Dia tidak hanya menunggu sampai waktunya tiba, tetapi menunggu sampai kita siap. Karena dalam pandangan Tuhan, keberhasilan sejati bukanlah pencapaian, tetapi ketahanan dan kesetiaan yang menghasilkan buah kekal.
“Blessings can crush you if you’re not prepared for them.”
— Craig Groeschel
Kapasitas bukan dibentuk dalam kenyamanan, tetapi dalam tekanan.
Berlian Dibentuk dari Tekanan Ekstrem. Berlian terbentuk dari karbon biasa yang mengalami tekanan dan suhu luar biasa tinggi selama jutaan tahun di bawah permukaan bumi. Karakter mulia seperti berlian hanya muncul melalui proses tekanan yang luar biasa, bukan dari lingkungan yang mudah.
Otot Manusia Diperkuat Lewat Beban. Latihan beban adalah contoh klasik: otot baru terbentuk saat otot lama “dilukai” dan ditekan, lalu pulih menjadi lebih kuat. Tanpa beban, otot tidak berkembang. Kapasitas rohani dan mental kita juga berkembang lewat beban hidup yang dihadapi dengan iman.
Emas Dimurnikan Dalam Api. Emas tidak menjadi murni dengan diletakkan di tempat sejuk. Ia harus dimasukkan ke dalam api dan dilebur, sehingga kotoran dan zat asing terangkat. Hati yang murni dibentuk dalam “api” tekanan kehidupan yang Tuhan izinkan untuk menyucikan.
Setiap musim penderitaan Yusuf adalah ruang pelatihan rohani—di sana ia belajar mengelola emosi, mengampuni, melayani dengan setia, dan tetap percaya pada Tuhan ketika keadaan seolah tidak adil.
“Karena itu, saudara-saudara yang kekasih… kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gentar… karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.”
— Filipi 2:12–13
Ayat ini menjelaskan bahwa Tuhan tidak hanya memberi kita panggilan (tujuan), tetapi Dia juga bekerja dalam diri kita untuk memampukan kita menanggung panggilan itu. Kata “kerjakanlah keselamatanmu” bukan berarti kita menyelamatkan diri sendiri, melainkan kita menjalani keselamatan yang sudah diberikan dengan kesungguhan, ketekunan, dan ketaatan.
Tuhan mengerjakan dua hal:
- Kemauan – Tuhan membentuk motivasi, keinginan, dan kesadaran rohani kita.
- Pekerjaan – Tuhan memberi kekuatan, hikmat, dan ketangguhan dalam menjalankan kehendak-Nya.
Relevansi untuk Yusuf: Tuhan tidak hanya menetapkan bahwa Yusuf akan menjadi pemimpin, tetapi membentuk hati dan pikirannya agar mampu menanggung tanggung jawab besar itu tanpa kesombongan, kepahitan, atau dendam.
Tuhan bukan hanya memberi kita tujuan, tetapi juga membentuk kita agar mampu melakukannya dengan hati dan cara yang benar.
“Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.”
— 1 Timotius 4:8
Paulus mengaitkan pertumbuhan rohani dengan latihan. Kata “ibadah” di sini berbicara tentang disiplin rohani—hidup dalam kebenaran, integritas, kasih, dan pengharapan. Sama seperti tubuh jasmani perlu latihan untuk kuat, jiwa dan roh kita pun perlu latihan terus-menerus melalui proses pembentukan Tuhan.
Relevansi untuk Yusuf: Pengalaman demi pengalaman yang Yusuf jalani membentuk kebiasaan rohani: tetap melayani walau ditolak, tetap mempercayai Tuhan walau difitnah, dan tetap rendah hati walau diangkat tinggi. Semua itu tidak terjadi secara instan—melainkan melalui proses panjang, penuh latihan iman dan karakter.
“God is not so much interested in your comfort as He is in your character.”
— Rick Warren
Tuhan tidak ingin kita hanya sampai ke tujuan. Dia ingin:
- Kita siap dan kuat ketika sampai di sana.
- Kita berbuah, bukan hanya berhasil.
- Kita menjadi berkat, bukan sekadar penerima berkat.
Yusuf tidak hanya mencapai posisi tinggi, ia menjadi penyelamat dan berkat bagi bangsa-bangsa—karena kapasitas dan karakternya telah dibentuk melalui proses panjang yang dipimpin oleh tangan Tuhan sendiri.
Apakah Anda sedang merasa tertunda? Jangan frustrasi. Bisa jadi Tuhan sedang membangun kapasitas dalam diri Anda untuk sesuatu yang jauh lebih besar daripada yang Anda pikirkan.
Bukan waktunya yang belum tiba—tetapi mungkin Anda sedang dipersiapkan supaya ketika waktunya tiba, Anda tidak hanya tiba, tetapi mampu berdiri dan berbuah di sana.
Poin 3: Bagaimana Sikap Kita Menghadapi Proses?
Jangan Lari dari Proses dan Setia kepada Proses
1. Proses Adalah Bagian dari Rencana Tuhan
Tuhan tidak pernah tergesa-gesa. Ia bekerja melalui proses untuk membentuk dan memurnikan kita. Ketika kita melewati masa-masa sulit, Tuhan sedang membentuk karakter dan membangun kapasitas kita agar siap menerima apa yang telah Ia janjikan.
Yakobus 1:2–4 “Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.”
Ayat ini menekankan bahwa pencobaan dan kesulitan bukanlah tanda bahwa Tuhan meninggalkan kita, tetapi justru bagian dari proses pendewasaan rohani. Tanpa pencobaan, tidak akan ada ketekunan. Tanpa ketekunan, tidak akan ada kematangan.
2. Tuhan Membentuk di Tempat Tersembunyi
Banyak orang ingin hasil instan, namun Allah bekerja dalam keheningan dan kesetiaan di tempat yang tersembunyi. Yusuf (Kejadian 37–41) tidak langsung menjadi pemimpin di Mesir. Ia harus melewati proses panjang: ditolak saudara-saudaranya, dijual sebagai budak, difitnah, dipenjara, dan dilupakan.
Namun, satu hal penting: Yusuf tidak lari dari proses. Ia setia di rumah Potifar, setia di penjara, dan tetap menjaga hati yang benar.
3. Proses Menggali Potensi Tersembunyi
Tanpa proses, potensi kita tidak akan muncul. Seperti emas yang dimurnikan melalui api, karakter kita dibentuk melalui tekanan dan waktu. Tanpa tekanan, kita tetap di permukaan dan tidak mengalami transformasi.
Daud di padang menggembalakan domba tampak tidak berarti, namun di sanalah ia belajar menjadi penyembah sejati, penulis mazmur, dan pemimpin yang lembut namun tangguh. Itulah tempat prosesnya sebelum ia menjadi raja.
“Don’t abort the process. Don’t shortcut the journey. The shaping is as important as the sending.” – Lisa Bevere
4. Refleksi Teologis: Proses Adalah Jalan Salib
Mengikuti Kristus berarti bersedia menempuh jalan penderitaan dan proses. Jalan salib adalah jalan proses. Bahkan Yesus sendiri “diproses” selama 30 tahun dalam ketidakjelasan sebelum memulai pelayanan publik-Nya selama hanya 3 tahun.
“Character is never built in the spotlight, but in the shadows of obscurity and obedience.” – Rick Warren
5. Aplikasi Praktis: Bagaimana Kita Bisa Setia dalam Proses?
- Ubah pertanyaan dari ‘Mengapa?’ menjadi ‘Apa yang Tuhan sedang bentuk dalam diriku?’
- Latih kesetiaan di tempat kecil: (Lukas 16:10) “Barangsiapa setia dalam perkara kecil…”
- Bangun kebiasaan konsisten: dalam doa, pelayanan, pekerjaan, dan hubungan.
- Lihat proses sebagai pelatihan, bukan penundaan. Tuhan lebih tertarik membentuk siapa kita daripada ke mana kita pergi.
“The waiting room of God is never wasted.” – John Ortberg
Jangan lari dari proses. Setialah di tempat Tuhan taruh Anda. Tuhan tidak mencari yang cepat, tetapi yang tepat. Proses Tuhan tidak hanya membawamu ke tujuan, tapi membentuk siapa kamu saat sampai ke tujuan itu. Jangan takut proses. Di dalamnya ada penyertaan, pembentukan, dan pengangkatan dari Tuhan.
Jika Anda ingin, saya dapat bantu menyusun versi ini dalam format bahan khotbah lengkap dengan pembukaan, isi, dan penutup — atau dijadikan materi untuk kelas rohani, renungan, atau pelatihan pemuridan.
Penutup:
Proses adalah bagian yang tak terpisahkan dari cara Allah bekerja dalam kehidupan manusia. Ia tidak pernah terburu-buru, namun juga tidak pernah terlambat. Ketika kita berada dalam proses, kita sebenarnya sedang berada dalam tangan kasih Tuhan yang sedang membentuk kita—bukan sekadar untuk mencapai tujuan, tetapi untuk menjadi pribadi yang layak menanggung dan menjalani tujuan itu.
Kisah Yusuf mengajarkan kita bahwa proses tidak selalu mudah, tetapi selalu berarti. Ia tidak lari dari proses, melainkan tetap setia di dalamnya. Dan karena kesetiaannya, Yusuf tidak hanya menerima penggenapan janji Tuhan, tetapi juga menjadi saluran berkat bagi banyak orang.
Demikian pula dengan kita. Meskipun saat ini kita belum melihat hasil akhir dari perjalanan iman kita, mari kita tetap percaya bahwa Tuhan sedang bekerja. Jangan fokus pada seberapa lama proses ini berlangsung, tetapi fokuslah pada siapa kita sedang menjadi melalui proses ini. Karena itu, jangan lari dari proses. Tetaplah setia. Biarkan Tuhan menyelesaikan karya-Nya dalam hidup kita.
Sebab saat waktunya tiba, kita tidak hanya akan sampai di tujuan, tetapi kita akan sampai sebagai pribadi yang telah dibentuk, dimurnikan, dan diperlengkapi untuk menjadi berkat yang sejati.
Amin.