Apa yang masuk akal belum tentu benar

Manusia dikaruniai akal budi. Namun, Alkitab mengingatkan bahwa dalam dunia yang jatuh ke dalam dosa, akal yang tidak dipimpin Roh dapat menyesatkan. Banyak keputusan yang kelihatan masuk akal di mata manusia, ternyata berlawanan dengan jalan Allah. Kita dipanggil bukan hanya untuk berpikir, tetapi untuk tunduk — untuk berjalan dalam iman, bukan semata-mata dalam logika.

Amsal 3:5-6 “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.”


I. Apa yang Masuk Akal Tidak Selalu Benar

“Jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.” — Amsal 14:12

Tidak semua yang masuk akal adalah benar. Penilaian manusia sering keliru tanpa Firman dan Roh Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita mendapati bahwa logika yang terlihat kuat atau argumentasi yang rasional dapat menyesatkan, jika tidak dipandu oleh kebenaran ilahi. Banyak keputusan yang dibuat berdasarkan pemahaman yang sempit dan perspektif yang terbatas, sehingga mengabaikan petunjuk dan hikmat yang ditawarkan oleh Tuhan. Oleh karena itu, penting untuk selalu mencari bimbingan dalam Firman-Nya agar kita dapat membedakan antara apa yang tampak benar secara manusiawi dan apa yang sebenarnya sesuai dengan kebenaran yang abadi.

Contoh Alkitab:

a. Hawa di Taman Eden
Kejadian 3:6 — “Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian…”
Masuk akal: Buah itu kelihatan enak dan bermanfaat.
Tetapi salah: Allah sudah berkata jangan memakannya.
Pelajaran: Apa yang terlihat baik secara logika atau keinginan tidak menjamin itu benar secara rohani.

b. Abraham dan Sara – Solusi Ishak lewat Hagar
Kejadian 16:1-4
Masuk akal: Sara sudah tua, jadi tampaknya logis untuk “membantu” janji Allah dengan memakai Hagar.
Tetapi salah: Itu hasil daging, bukan rencana iman.
Pelajaran: “Membantu” rencana Tuhan dengan logika manusia seringkali menghasilkan komplikasi rohani.

c. Petrus Menegur Yesus
Matius 16:22-23
Saat Yesus berkata Ia harus menderita dan mati, Petrus membantah:
“Tuhan, kiranya Allah menjauhkan itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.”
Masuk akal: Siapa yang mau Pemimpin dan Guru-nya menderita?
Tetapi salah: Itu melawan rencana penebusan Allah.
Yesus berkata kepada Petrus:
“Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau memikirkan bukan yang dipikirkan Allah, melainkan yang dipikirkan manusia.”
Pelajaran: Motif kasih yang tulus bisa tersesat jika tidak sejajar dengan kehendak Allah.

Deeper Theological Explanation

1. Akal Manusia Setelah Kejatuhan: Rusak dan Terbatas

Roma 1:21 (TB)
“Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap.”

Secara teologi, setelah kejatuhan manusia di Kejadian 3, seluruh keberadaan manusia tercemar dosa, termasuk akal budi. Ini berarti bahwa kemampuan manusia untuk berpikir, memahami, dan membuat keputusan yang baik telah terpengaruh oleh dosa, yang menyebabkan inkonsistensi dan kebingungan dalam pikiran mereka. Akibatnya, manusia sering kali tidak dapat melihat kebenaran dengan jelas dan mengalami kesulitan dalam memahami rencana Tuhan untuk hidup mereka. Dalam konteks ini, penting untuk menyadari bahwa meskipun akal budi manusia telah dipengaruhi, penebusan melalui Kristus memberikan harapan untuk pemulihan dan pencerahan kembali dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah.

Artinya:

  • Akal manusia tanpa penebusan tidak netral; ia cenderung condong kepada kejahatan dan melekat pada kecenderungan untuk melakukan kesalahan atau berpihak pada pandangan yang tidak benar.
  • Akal bisa menilai sesuatu “baik” padahal bertentangan dengan kebenaran ilahi, yang menunjukkan bahwa pemahaman manusia seringkali terbatas dan dipengaruhi oleh perspektif pribadi, budaya, dan pengalaman hidup yang dapat menutupi nilai-nilai yang sesungguhnya.
  • Akal dapat menghasilkan logika yang “masuk akal”, tetapi di mata Allah adalah “kebodohan”. Meskipun manusia berusaha keras untuk memahami dan menjelaskan segala sesuatu melalui akal, seringkali mereka terjebak dalam batasan pemikiran mereka sendiri yang terbatas. Dalam konteks ini, mungkin saja apa yang dianggap logis oleh manusia, tidak sejalan dengan kebijaksanaan dan pengetahuan Allah yang lebih tinggi.
  • Teologi Reformasi menyebut ini sebagai efek “noetic effects of sin” — dosa mempengaruhi cara manusia berpikir, bukan hanya perbuatannya.

2. Standard of Truth: Bukan Logika, Tapi Wahyu

2 Timotius 3:16 (TB) “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”

Dalam pandangan Alkitab, standar kebenaran bukanlah logika manusia, melainkan wahyu Allah yang dinyatakan melalui:

  • Firman tertulis (Alkitab)
  • Firman yang hidup (Yesus Kristus)
  • Pekerjaan Roh Kudus

Wahyu ini tidak hanya menuntun moral dan etika, tetapi juga memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan hidup manusia dan hubungan kita dengan Sang Pencipta. Dengan memahami wahyu Allah, kita dapat menyelaraskan hidup kita dengan prinsip-prinsip kebenaran yang kekal dan universal, yang melebihi pikiran dan analisis manusia yang terbatas.

Implikasi:

  • Kebenaran yang hakiki tidak ditentukan oleh apa yang kelihatan logis bagi kita di pemikiran manusia, tetapi oleh apa yang telah Allah nyatakan dan firmankan dalam kitab-Nya, yang memberikan panduan sejati bagi kehidupan kita sehari-hari.

Tugas kita bukan menilai wahyu Allah dengan akal kita, tetapi menundukkan akal kita kepada wahyu Allah.

3. Contoh Paradoks Iman: Melampaui Akal

1 Korintus 1:25 “Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia…”

Banyak prinsip dalam kerajaan Allah terlihat bertentangan dengan akal sehat duniawi, tetapi benar dalam pandangan Tuhan:

Dunia BerpikirKerajaan Allah
Besar itu menguasaiBesar itu melayani (Markus 10:43-45)
Simpan untuk kayaBeri untuk diberkati (Lukas 6:38)
Balas dendamAmpuni musuh (Matius 5:44)
Kehidupan adalah dengan mempertahankan nyawaKehidupan didapat dengan menyerahkan nyawa (Lukas 9:24)

Artinya banyak perintah Allah nampaknya tidak logis — tetapi justru di dalamnya tersembunyi kebijaksanaan ilahi dan kemenangan rohani.

4. Bahaya Mengandalkan Akal Sendiri

Amsal 3:5-7 (TB) “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri; akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.”

Jika kita menjadikan akal sendiri sebagai rujukan utama:

  • Kita bisa jatuh dalam kompromi (seperti Hawa).
  • Kita bisa menolak jalan salib (seperti Petrus).
  • Kita bisa tersesat dalam hikmat dunia (1 Korintus 3:19).

Kesimpulan Theologis:

  • Akal manusia setelah kejatuhan adalah alat yang penting tetapi bukan kompas absolut; ia berfungsi dalam konteks pemahaman yang terbatas dan sering kali terpengaruh oleh berbagai faktor seperti pengalaman pribadi, pendidikan, dan pengaruh sosial yang menjadikannya kurang dapat diandalkan dalam situasi tertentu.
  • Firman Allah adalah satu-satunya standar yang tidak berubah dan benar, memberikan pedoman bagi umat manusia sepanjang zaman dan menjadi sumber kebenaran abadi yang seharusnya menjadi landasan dalam setiap aspek kehidupan kita.
  • Iman tidak bertentangan dengan akal sehat, tapi melampaui keterbatasan akal yang tercemar dosa, memberikan pencerahan yang tidak dapat dijangkau hanya dengan pemikiran rasional dan membuka cakrawala pemahaman yang lebih dalam tentang realitas spiritual.
  • Mengandalkan akal sendiri tanpa tunduk kepada Allah adalah kebodohan yang membawa kehancuran, karena sikap ini mengabaikan signs atau petunjuk-Nya yang penuh hikmah, sehingga individu tersebut kehilangan arah dan tujuan hidup yang sebenarnya.

Apa Desain Tuhan untuk Akal Sehat?

1. Akal Sehat: Pemberian Allah yang Baik

Kejadian 1:26 “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita…”

Pada mulanya, akal budi adalah bagian dari ciptaan Allah yang sangat baik.
Manusia diciptakan dalam gambar dan rupa Allah (Imago Dei), dan ini mencakup: Kapasitas berpikir logis, kemampuan bernalar, kekuatan untuk membuat keputusan bijak

Implikasi:

  • Akal sehat adalah bagian dari refleksi karakter Allah: Allah itu Maha Bijaksana, dan manusia diciptakan untuk berpikir, menimbang, memilih.
  • Allah memberikan akal bukan untuk menolak iman, tetapi untuk memperkuat ketaatan dan penyembahan kepada-Nya, sehingga dengan akal tersebut, manusia dapat meneliti dan memahami setiap tanda kebesaran-Nya di alam semesta, serta menghayati makna hidup yang sebenarnya.

Kesimpulan:
Akal sehat adalah alat yang diciptakan Tuhan agar manusia dapat mengelola dunia (Kejadian 1:28) dan mengenal kehendak-Nya.

2. Fungsi Akal Sehat dalam Hidup Orang Percaya

a. Untuk Mengenal dan Memahami Kebenaran Allah

Allah tidak mengundang kita kepada iman buta. Dia menyatakan Diri-Nya dengan rasionalitas: melalui Firman, ciptaan, dan Yesus Kristus.

Roma 12:2 “Berubahlah oleh pembaharuan budimu…”

  • Akal diperbaharui oleh Roh Kudus untuk memahami kehendak Allah, sehingga mampu membedakan antara kebaikan dan keburukan, serta mengambil keputusan yang selaras dengan ajaran-Nya.
  • Iman Kristen menggunakan akal untuk menyelidiki, mengerti, dan mempercayai kebenaran ilahi, sehingga membantu mereka dalam membentuk pemahaman yang lebih dalam mengenai ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam kitab suci serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh:

  • Paulus menggunakan argumentasi logis dalam surat-suratnya (misal: Roma).
  • Yesus sendiri mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menantang logika orang-orang (Matius 22:41-46).

b. Untuk Membuat Keputusan Bijaksana dalam Kehidupan Sehari-hari

Amsal 3:21-23 “Peliharalah akal budi dan kebijaksanaan, maka itu akan menjadi kehidupan bagimu, dan perhiasan bagi lehermu. Maka engkau akan berjalan di jalanmu dengan aman…”

Akal sehat yang dipimpin Roh Kudus membantu kita dalam:

  • Mengelola waktu, uang, pekerjaan, hubungan.
  • Menghindari dosa-dosa karena pertimbangan matang.
  • Menimbang pilihan dengan hikmat Firman, bukan hanya emosi.

Hikmat dalam Amsal bukan hanya soal pengetahuan rohani, tapi juga kebijaksanaan praktis — mempraktikkan akal sehat dalam terang kebenaran.

c. Untuk Melayani Tuhan dan Sesama Secara Efektif

2 Timotius 1:7 “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh kekuatan, kasih, dan ketertiban.” (Kata ketertiban di sini dalam teks asli Yunani: sōphronismos, berarti: akal sehat, disiplin, kontrol diri.)

Akal sehat berfungsi untuk:

  • Merancang strategi penginjilan (1 Korintus 9:22 – “menjadi segala sesuatu bagi semua orang”).
  • Mengelola pelayanan, keluarga, dan kehidupan sosial dengan penuh pertimbangan.
  • Mengaplikasikan prinsip kasih dalam cara yang masuk akal dan membangun.

Bagaimana Akal Sehat Berfungsi setelah Kejatuhan dan Penebusan?

TahapKeadaan AkalFungsi
Sebelum KejatuhanMurni, mencerminkan hikmat AllahMengenal Allah, mengelola ciptaan
Setelah KejatuhanTercemar dosa, terbatas, bisa menyesatkanMasih berguna, tapi perlu dipulihkan
Dalam KristusDipulihkan dan diperbaharui oleh Roh KudusMembantu hidup kudus, bijaksana, dan efektif melayani

Kesimpulan:

  • Akal sehat adalah ciptaan Allah yang baik dan merupakan bagian dari gambar-Nya dalam diri manusia.
  • Dalam hidup orang percaya, akal sehat bukanlah pengganti iman, tapi alat yang dipimpin oleh iman.
  • Akal sehat harus diserahkan kepada Kristus, diperbaharui oleh Roh Kudus, dan dipandu oleh Firman Allahsehingga kita bisa hidup bijaksana, membuat keputusan yang benar, dan menjadi berkat di dunia ini.

“Use your mind to love God, not to replace God.” @budihidajat88

Aplikasi:

1. Uji Pilihanmu dengan Firman Tuhan, Bukan Hanya dengan Pertimbangan Logis

2 Timotius 3:16-17 — “Segala tulisan… berguna untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran.”

Banyak keputusan hidup — pekerjaan, relasi, pelayanan, bisnis — sering terasa “masuk akal”, tetapi kita perlu bertanya: “Apakah ini sesuai dengan prinsip dan nilai Firman Tuhan?”

  • Cari prinsip Alkitab yang berkaitan dengan keputusanmu.
    Misal: soal kejujuran (Amsal 11:1), soal kemurnian hubungan (1 Tesalonika 4:3).
  • Bandingkan motivasi dan cara dengan nilai kerajaan Allah: Apakah mengutamakan kasih, kebenaran, kekudusan?
  • Tanyakan ini:
    • Apakah ini membuatku lebih taat kepada Tuhan atau menjauh?
    • Apakah ini membangun karakter Kristus dalam diriku?

Contoh Nyata: Sebuah peluang bisnis tampak menguntungkan, tapi melibatkan manipulasi data.
➔ Uji dengan Firman: Kejujuran lebih penting daripada keuntungan.

Jangan membuat keputusan besar hanya berdasarkan “apa yang terasa benar” — uji dengan apa yang Firman katakan benar.

2. Carilah Kehendak Tuhan Melalui Doa, Bukan Hanya Melalui Perhitungan Keuntungan

Amsal 16:3 — “Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu.”

Dunia mengajarkan kita mengejar peluang terbaik menurut logika keuntungan. Tapi anak-anak Allah dipanggil untuk mengejar kehendak Allah lebih daripada keuntungan pribadi.

  • Sediakan waktu diam dalam doa. Jangan terburu-buru dalam keputusan penting.
  • Berdoa minta kebijaksanaan:
    Yakobus 1:5 — “Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah…”
  • Peka terhadap suara Roh Kudus — kadang kehendak Tuhan tidak membuat kita lebih “untung” secara duniawi, tapi membuat kita lebih kuat secara rohani.

Contoh Nyata: Tawaran jabatan lebih tinggi di perusahaan, tapi membuatmu jauh dari pelayanan dan keluarga. Melalui doa, Tuhan bisa menunjukkan bahwa kesetiaan lebih berharga daripada kenaikan karir.

Perhitungan keuntungan tidak salah, tetapi harus tunduk di bawah perhitungan kehendak Tuhan.

3. Belajar Membedakan antara ‘Good’ dan ‘God’ — Tidak Semua yang Baik Itu dari Tuhan

2 Korintus 11:14 — “Sebab Iblis pun menyamar sebagai malaikat terang.”

Banyak hal kelihatan baik — menolong orang, peluang karir, pelayanan baru — tetapi pertanyaannya bukan “Apakah ini baik?” melainkan “Apakah ini dari Tuhan?”

Langkah Praktis:

  • Tanyakan: Apakah ini membawa kemuliaan bagi Tuhan, atau hanya bagi diriku?
  • Lihat buahnya: Apakah membawa damai, kebenaran, kasih? (Galatia 5:22-23).
  • Mintalah konfirmasi: Melalui Firman, doa, dan nasihat orang-orang rohani.

Contoh Nyata: Ada ajakan untuk terlibat dalam proyek sosial yang luar biasa, tetapi itu membuat kita meninggalkan panggilan utama kita. Baik di mata manusia, tapi belum tentu adalah kehendak Allah untuk kita saat ini.

Setan tidak selalu menggoda kita dengan kejahatan yang terang-terangan — kadang dia menggoda dengan hal-hal yang “baik”, supaya kita tersesat dari panggilan Tuhan.

ApplicationExpanded InsightKey Scripture
Uji dengan FirmanBukan hanya apa yang masuk akal, tapi apa yang sejalan dengan Firman2 Timotius 3:16-17
Cari lewat DoaBukan sekadar logika untung-rugi, tapi lewat suara TuhanYakobus 1:5
Bedakan Good vs GodTidak semua yang baik itu dari Tuhan2 Korintus 11:14

II. Apa yang Terasa nyaman Belum Tentu aman

Matius 7:13-14 “Jalan lebar dan mudah membawa kepada kebinasaan, jalan sempit membawa kepada hidup.”

Kenyamanan dunia bisa menipu kita dari kehendak Tuhan. Seringkali kita mengambil keputusan berdasarkan apa yang membuat kita merasa nyaman. Tetapi, jalan Tuhan tidak selalu jalan kenyamanan — seringkali jalan salib.

Contoh Alkitab:

  • Petrus menolak salib (Matius 16:22-23) — Ia berpikir jalan nyaman (tanpa salib) adalah yang terbaik.
  • Orang Israel ingin kembali ke Mesir (Bilangan 14:3-4) — Mereka ingin kembali kepada perbudakan karena takut menghadapi tantangan di tanah perjanjian.

1. Kenyamanan: Bukan Bukti Kehadiran Tuhan

Matius 7:13-14 (TB) “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.”

Dalam logika dunia, kenyamanan sering dianggap tanda berkat dan keamanan.
Tetapi dalam pandangan Alkitab, kenyamanan seringkali justru menjadi medan ujian:

  • Apakah kita mencari kemudahan atau kesetiaan?
  • Apakah kita mengutamakan kenyamanan pribadi atau ketaatan kepada kehendak Allah?

Yesus sendiri memperingatkan bahwa jalan yang mudah — jalan lebar — membawa kepada kebinasaan.

Implikasi:

  • Jalan yang lebar = populer, nyaman, minim konfrontasi, minim pengorbanan.
  • Jalan yang sempit = penuh tantangan, memerlukan penyangkalan diri, dan ketaatan radikal.

2. Mengapa Jalan Tuhan Seringkali Tidak Nyaman?

a. Karena Dunia dalam Pemberontakan

Yohanes 15:19 “Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia… maka dunia membenci kamu.”

Dunia ini telah jatuh dalam dosa (Roma 8:20-22).
Artinya:

  • Nilai-nilai dunia bertentangan dengan nilai-nilai kerajaan Allah.
  • Kesetiaan kepada Allah membuat kita berhadapan dengan dunia, bukan berjalan seiring dengannya.

Mengikuti Kristus berarti sering kali harus menolak kenyamanan dunia untuk setia kepada Kerajaan-Nya.

B. Karena Jalan Tuhan Membentuk Karakter, Bukan Menyenangkan Keinginan

Roma 5:3-4 “Kesengsaraan menimbulkan ketekunan; dan ketekunan menimbulkan tahan uji; dan tahan uji menimbulkan pengharapan.”

Tuhan lebih peduli membentuk karakter Kristus dalam kita daripada memberikan kenyamanan sementara.

Kesimpulan:

  • Penderitaan sementara menghasilkan pengharapan kekal.
  • Nyaman bisa membuat kita stagnan; tekanan ilahi membuat kita serupa dengan Kristus.

3. Kenyamanan Dunia Bisa Menipu

Amsal 14:12 “Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.”

Kenyamanan bisa membuat kita:

  • Lalai akan kebutuhan rohani.
  • Mengabaikan panggilan untuk berkorban.
  • Menggoda kita untuk mengutamakan diri daripada misi Allah.

Contoh Alkitabiah:

  • Orang Israel ingin kembali ke Mesir karena “lebih nyaman” menjadi budak daripada berjuang memasuki tanah perjanjian (Bilangan 14:2-4).
  • Pemuda kaya menolak mengikut Yesus karena tidak mau melepaskan kenyamanan kekayaannya (Matius 19:22).

Kesimpulan Teologis:

  • Kenyamanan bukanlah kompas ketaatan.
  • Jalan Tuhan seringkali sempit, terjal, dan penuh pengorbanan, tetapi di dalamnya ada hidup sejati.
  • Dalam pandangan kekal, lebih baik tidak nyaman sementara di dunia dan beroleh hidup kekal, daripada nyaman sesaat tapi binasa.

“God is more interested in your character than your comfort.”
— Rick WarrenThe Purpose Driven Life

Aplikasi:

Jangan Mengambil Keputusan Hanya Karena Itu Terasa Lebih Nyaman

Amsal 14:12 (TB):
“Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.”

Kenyamanan bisa menjadi jebakan rohani. Banyak pilihan dalam hidup — pekerjaan, relasi, pelayanan — terasa “lebih mudah” dan “lebih nyaman” di mata manusia, tetapi kita harus bertanya lebih dalam:
“Apakah ini kehendak Tuhan, atau hanya keinginanku untuk hidup nyaman?”

Akal sehat yang tidak dipimpin Roh Kudus bisa mengutamakan jalan kenyamanan daripada jalan kebenaran.

Peringatan: Kenyamanan bukan selalu tanda bahwa kita ada di jalur yang benar. Banyak orang salah memilih jalan hidup karena lebih mendengar rasa nyaman daripada suara Tuhan.

Panggilan Tuhan Kadang Membawa Kita ke Ketidaknyamanan Dunia, Untuk Menjamin Keamanan Surgawi

Lukas 9:23 (TB): “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.”

Allah tidak memanggil kita untuk zona nyaman; Ia memanggil kita kepada zona pertumbuhanpenyangkalan diri, dan ketaatan.

Artinya:

  • Jalan ketaatan kadang membawa kita keluar dari rencana pribadi yang nyaman.
  • Allah lebih peduli akan kekekalan kita daripada kenyamanan kita sekarang.

Matius 7:13-14 (TB): “Jalan lebar dan mudah membawa kepada kebinasaan, tetapi jalan sempit membawa kepada kehidupan.”

Evaluasi motivasi kita: apakah kita lebih mengutamakan kenyamanan atau ketaatan?


III. Apa yang Disetujui Banyak Orang Belum Tentu Dibenarkan Tuhan

Roma 12:2 “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu…”

Mayoritas bukan ukuran kebenaran; suara Allah sering melawan arus dunia. Dalam dunia ini, opini mayoritas sering dijadikan standar benar atau salah. Namun Alkitab mengajarkan bahwa kebenaran tidak diukur dari berapa banyak orang yang setuju, melainkan dari apakah itu sesuai dengan kehendak Allah.

Contoh Alkitab:

  • Orang Israel memilih menyembah anak lembu emas (Keluaran 32:1-6) — mayoritas setuju, tetapi Allah marah.
  • Yesus ditolak oleh banyak orang (Yohanes 1:11) — “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.”

Aplikasi:

1. Berani Berdiri dalam Kebenaran, Walaupun Harus Melawan Arus Opini Umum

Yohanes 15:18-19 “Jika dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku…”

Dalam dunia yang semakin relativistik, berdiri teguh pada kebenaran ilahi sering berarti berlawanan dengan arus pendapat umum.

  • Dunia mengagungkan toleransi tanpa batas, tetapi Firman Allah memanggil kita pada kebenaran dan kekudusan.
  • Kadang berdiri dalam kebenaran membuat kita dianggap kunofanatik, atau ekstrem — namun kebenaran Tuhan tidak berubah oleh opini zaman.

Contoh Alkitabiah:

  • Nuh tetap membangun bahtera meskipun dunia menertawakannya (Kejadian 6–7).
  • Daniel tetap berdoa walaupun ada larangan resmi, dan akhirnya masuk gua singa (Daniel 6).

Langkah Praktis:

  • Teguhkan hati: Tetapkan dalam dirimu sejak awal untuk mengikuti Firman, bukan popularitas.
  • Berlatih keberanian rohani: Mulailah dari hal-hal kecil, misal: tidak ikut bergosip, tetap pegang prinsip etis di kantor.
  • Bangun komunitas iman: Bersama orang percaya lain, supaya kamu tidak berdiri sendiri (Ibrani 10:24-25).

2. Ukur Semua Ide, Budaya, dan Tren dengan Standar Firman, Bukan Popularitas

Roma 12:2 “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu…”

Ideologi, budaya, dan tren berubah-ubah, tetapi Firman Tuhan tetap sama dari dulu sampai sekarang.

  • Tren dunia: Mementingkan diri, kesenangan, instant gratification.
  • Standar Firman: Kasih, kebenaran, kekudusan, kesabaran.

Duniah berubah, Firman Tuhan mengubah. @budihidajat88

Contoh Alkitabiah: Orang Israel sering jatuh ke dalam penyembahan berhala karena terpengaruh budaya sekitarnya (Hakim-hakim 2:11-13).

Langkah Praktis:

  • Evaluasi semua ide baru: Bandingkan dengan prinsip Alkitab. Misal: ide tentang keluarga, keuangan, identitas diri.
  • Filter budaya: Tanyakan: Apakah ini memperbesar kemuliaan Allah atau hanya membesarkan manusia?
  • Prioritaskan nilai kekal: Fokuslah pada apa yang akan tetap bernilai dalam kekekalan, bukan sekadar apa yang viral hari ini.

3. Ingat: Jalan Salib Jarang Menjadi Pilihan Populer, Tetapi Itulah Jalan Hidup

Matius 16:24 (TB): “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.”

Mengambil jalan salib berarti memilih jalan:

  • Penyangkalan diri
  • Pengorbanan
  • Ketaatan tanpa syarat

Jalan ini tidak “populer” karena menuntut kita melepaskan ego, kenyamanan, dan keinginan duniawi.

Contoh Alkitabiah:

  • Paulus memilih menderita demi Injil daripada hidup nyaman sebagai warga Romawi (2 Korintus 11:23-28).
  • Musa menolak kenikmatan istana Mesir untuk menderita bersama umat Allah (Ibrani 11:24-26).

Langkah Praktis:

  • Ubah ekspektasi: Jangan cari jalan paling mudah, tetapi jalan yang paling taat.
  • Rayakan pengorbanan: Lihat salib bukan sebagai beban, tetapi sebagai kehormatan.
  • Ingat perspektif kekal: Ketidaknyamanan di dunia sekarang tidak sebanding dengan kemuliaan kekal (Roma 8:18).

Summary Table:

ApplicationExpanded InsightKey Scripture
Berani berdiri dalam kebenaranWalau bertentangan dengan opini umumYohanes 15:18-19
Ukur ide dengan Firman, bukan popularitasBudaya berubah, Firman bertahanRoma 12:2
Jalan salib adalah jalan hidupWalau tidak populer, itu satu-satunya jalan sejatiMatius 16:24

Closing Statement:

“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.” — Amsal 3:5

Allah memanggil kita untuk hidup dalam iman, bukan hanya akal. Akal yang dipimpin Roh dan Firman akan menguatkan iman, tetapi akal yang mengabaikan Tuhan akan menyesatkan.

Ketika logika kita berbenturan dengan Firman-Nya, biarlah kita memilih percaya, taat, dan berjalan dalam jalan yang kelihatan sempit — karena di sanalah ada kehidupan sejati.


Tinggalkan komentar