1Sam.22:2 Berhimpunlah juga kepadanya setiap orang yang dalam kesukaran, setiap orang yang dikejar-kejar tukang piutang, setiap orang yang sakit hati, maka ia menjadi pemimpin mereka. Bersama-sama dengan dia ada kira-kira empat ratus orang.
Daud sedang melarikan diri dari kejaran Saul. Dalam pelarian itu, ia bersembunyi di sebuah gua yang bernama Adulam. Tempat itu bukan istana, bukan medan perang, bahkan bukan tempat yang layak disebut rumah—hanya sebuah gua yang gelap dan tersembunyi. Dalam teks Ibrani, kata Adullam berarti tempat perlindungan atau tempat persembunyian, suatu lokasi yang secara geografis terletak di perbatasan Yehuda dan Filistin—strategis bagi seorang pelarian.
Namun, di gua inilah sebuah kisah besar dimulai. Orang-orang yang datang kepadanya bukanlah pahlawan nasional atau tokoh besar. Mereka adalah orang-orang yang hancur: yang susah, berhutang, dan sakit hati. Namun dari gua itulah Allah memulai sebuah transformasi: orang-orang buangan diubah menjadi pahlawan-pahlawan Daud.
Exegesis:
1. “Orang-orang yang dalam kesukaran” (Ibrani: מְצֻקִּ֔ים metsuqim)
- Kata ini berarti tertindas, tertekan, dalam kesulitan, terjepit.
- Mereka adalah orang-orang yang menghadapi penderitaan hidup—bisa karena ekonomi, sosial, maupun politik.
- Konteks Israel waktu itu: Saul memerintah dengan penuh ketidakadilan, banyak rakyat tertindas oleh pajak, perang, dan tekanan politik.
2. “Orang-orang yang berhutang” (Ibrani: נֹשֵׁ֑א noshe)
- Berarti orang yang memiliki beban hutang atau kreditor yang menagih dengan keras.
- Dalam hukum Taurat, orang yang berhutang bisa jatuh dalam perbudakan atau kehilangan tanah pusaka (Im. 25:39; 2 Raj. 4:1).
- Artinya, mereka adalah orang-orang miskin secara ekonomi, kehilangan pengharapan, dan tidak punya perlindungan hukum.
3. “Orang-orang yang sakit hati” (Ibrani: מָ֣ר נָ֔פֶשׁ mar nephesh)
- Secara harfiah: pahit jiwa, pedih hati, putus asa, kecewa mendalam.
- Bisa merujuk pada orang-orang yang terluka batin, marah, tidak puas dengan keadaan, bahkan frustrasi dengan pemerintahan Saul.
- Mereka bukan hanya sakit secara emosional, tetapi kecewa terhadap sistem yang tidak adil.
Di gua Adulam, terkumpul sekitar 400 orang—orang-orang yang hidupnya hancur, orang yang gagal, frustasi dengan kehidupan,kehilangan harapan, dan akibatnya bukan kandidat yang baik untuk menjadi sebuah pasukan perang. Namun justru dari titik terendah itu Tuhan mulai bekerja.
Di 1Sam.23 jumlah merekabertambah menjadi 600 orang dan mereka terus menyertai Daudkemanapun Daud pergi (1Sam.23:13). Mereka bukan lagi sekadar pelarian yang lari dari kenyataan, melainkan sebuah komunitas yang mulai solid. Mereka belajar bergerak bersama, mengikuti arah kepemimpinan Daud, dan menemukan identitas baru sebagai sebuah pasukan.
Perubahan itu makin nyata ketika mereka mulai terjun ke medan pertempuran. Bersama Daud, mereka berperang melawan orang Filistin dan menyelamatkan kota Kehila (1 Sam. 23:1–5), lalu ikut berhadapan dengan Amalek (1 Sam. 30:9–10). Dari pertempuran demi pertempuran, mereka yang dulu hanyalah pecundang mulai ditempa menjadi prajurit yang teruji.
Dari kelompok ini, lahirlah orang-orang yang kemudian disebut “pahlawan-pahlawan Daud”
1Taw.11:10 Inilah kepala-kepala para pahlawan yang mengiringi Daud, yang telah memberi dukungan yang kuat kepadanya, bersama-sama seluruh Israel, dalam mencapai kedudukan raja dan yang mengangkat dia sebagai raja, seperti yang difirmankan TUHAN mengenai Israel.
(FAYH) para pahlawan Daud yang perkasa … || (NLT) David’s mighty warriors.
Mereka bukan lagi orang buangan yang pengharapan, melainkan prajurit perkasa yang dikenal karena iman, keberanian, dan kesetiaannya.
1Taw.12:22 Dari hari ke hari orang datang kepada Daud untuk membantu dia sehingga mereka menjadi tentara yang besar, seperti bala tentara Allah.
Dari kisah ini kita melihat sebuah kebenaran besar: Tuhan sanggup mengubah hidup orang-orang yang dianggap tidak ada harapan, menjadi pribadi-pribadi yang dipakai untuk tujuan besar.
Polanya masih sama sampai hari ini: Allah mengangkat yang rendah untuk dipakai dalam rencana-Nya, supaya jelas bahwa kuasa itu berasal dari Tuhan, bukan dari manusia (1 Kor. 1:27–29).
1. Your Failure Is Not Final
1Sam.22:2 Berhimpunlah juga kepadanya setiap orang yang dalam kesukaran, setiap orang yang dikejar-kejar tukang piutang, setiap orang yang sakit hati,
Kata metsuqim berasal dari akar kata yang berarti terhimpit atau tertekan, baik secara ekonomi, sosial, maupun batin. Orang-orang ini bukan hanya mengalami kesulitan hidup, tetapi juga membawa beban kesalahan dan kegagalan masa lalu. Dalam pandangan manusia, kegagalan itu menjadi stigma yang menutup masa depan mereka. Dunia cenderung memberi label berdasarkan kegagalan: “orang gagal, orang berdosa, orang tak berguna.”
Human’s POV: “You are a failure.”
God’s POV: “Failure is not the end, but the doorway to My restoring grace”
Manusia melihat kesalahan kita di masa lalu sebagai sebuah akhir, tetapi Tuhan melihatnya sebagai pintu menuju pemulihan.
On the cross, Jesus carried the weight of our brokenness and turned it into the doorway of grace. (Di salib, Yesus memikul beban kehancurankita dan mengubahnya menjadi pintu masukkasih karunia.)
- “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya … Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, Dia diremukkan oleh karena kejahatan kita” (Yes. 53:4–5).
- Yesus tidak hanya menanggung dosa dalam arti hukum, tetapi juga menanggung akibat dosa: rasa sakit, malu, kesalahan, dan kegagalan. Dengan demikian, kegagalan kita tidak lagi final, karena sudah dipikul di kayu salib.
Our debt was fully paid; now grace, not our past, writes our future. (Hutang kita telah lunas dibayar; kini kasih karunia, bukan masa lalu kita, yang menuliskan masa depan kita.)
- “Ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepada-Nya” (Yes. 53:5b).
- Teologi ini disebut penebusan substitusi: Kristus menggantikan kita. Karena itu, kesalahan masa lalu tidak bisa lagi membatalkan rencana Allah dalam hidup kita.
His stripes, our healing; from His wounds flows our wholeness
- “…oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yes. 53:5c).
- Frasa “disembuhkan” (Ibr. rapha) berarti bukan hanya pemulihan fisik, tetapi juga pemulihan batin dan rohani. Luka akibat kegagalan, dosa, atau stigma tidak lagi membatasi kita, sebab pemulihan Allah melampaui kesalahan kita.
We were lost, but God brought us home.
- “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.” (Yes. 53:6).
- Kegagalan terbesar manusia bukan sekadar kesalahan yang dibuat, melainkan berpaling dari Sang Gembala yang mengasihi kita. Namun Allah, dalam kasih-Nya, telah menimpakan kepada Yesus beban pemberontakan kita. Di kayu salib, Ia memikul kesesatan kita, dan melalui kebangkitan-Nya, Ia membuka jalan kembali kepada Bapa. Kini, di dalam Kristus, kita bukan lagi pengembara tanpa harapan, melainkan anak-anak yang disambut pulang, dipeluk, dan diberi identitas yang baru (Yoh. 10:11; Luk. 15:20; Yoh. 1:12).
At the cross, Jesus carried the wounds of our failures; now failure no longer writes our future—for grace rewrites our story.
“Di kayu salib, Yesus telah menanggung semua kesalahan kita. Jangan biarkan masa lalu terus menuliskan masa depan kita — sebaliknya, izinkan kasih karunia menulis ulang cerita hidup kita.”
At Calvary, Jesus took upon Himself the weight of our brokenness; now our future is no longer chained to failure—grace is rewriting our story.
Failure is not the end of your story.
- “For I know the plans I have for you … plans to give you hope and a future.” (Jer. 29:11)
- Musa pernah gagal: ia membunuh orang Mesir dan lari ke padang gurun, tetapi Tuhan memanggilnya kembali untuk membebaskan Israel (Kel. 3).
- Petrus menyangkal Yesus tiga kali, tetapi dipulihkan dan dipakai sebagai pemimpin jemaat mula-mula (Yoh. 21).
- Paulus, penganiaya jemaat, justru dipanggil menjadi rasul bagi bangsa-bangsa (Kis. 9).
- In God’s hands, what feels like defeat can become the very beginning of transformation and restoration.
- Anda tidak akan melihat matahari terbit dalam gua. Jangan membuat gua menjadi rumah yang permanen.
Failure does not define your identity.
- The world may call you by your mistakes, but in Christ you are forgiven, redeemed, and called a child of God. (John 1:12)
Failure is a classroom, not a graveyard.
- Setbacks are not the end—they are God’s training ground to shape you for greater purpose.
- Peter denied Jesus three times, yet Jesus restored him as a leader. (John 21:15–19)
Only God has the final word.
- Your failure may speak loudly, but God’s grace always speaks louder: “Though I have fallen, I will rise” (Micah 7:8).
2. Your Cave Is Not Your Grave
1Sam.22:2 Berhimpunlah juga kepadanya setiap orang yang dalam kesukaran, setiap orang yang dikejar-kejar tukang piutang, setiap orang yang sakit hati,
Hutang (Ibr. noshe) bukan sekadar kondisi ekonomi; itu simbol beban hidup yang tak bisa ditanggung. Mereka masuk ke Adulam dengan keputusasaan, seolah tidak ada jalan keluar. Bagi mereka, gua itu bisa menjadi kuburan harapan.
Mungkin Anda berasal dari keluarga yang tidak sempurna, sedang menghadapi situasi pekerjaan yang terasa buntu, atau berada dalam keadaan hidup yang seakan tidak memberi masa depan.
Semua itu membuat hidup terasa berat, mimpi-mimpi seolah terkubur, dan hati dipenuhi keputusasaan karena tidak lagi melihat harapan di depan.
Namun ingatlah: dalam Kristus selalu ada pengharapan. Ia sanggup membuka jalan di tengah kebuntuan, menyalakan kembali mimpi yang padam, dan memberikan masa depan yang penuh harapan.
No past is too broken, no future too dark — Christ is our living hope.
Roma 15:13 “Semoga Allah sumber pengharapan memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan.”
Pengharapan di dalam Kristus bukan hanya tentang masa depan di surga, tetapi juga kekuatan yang menopang kita hari ini. Karena Yesus hidup, pengharapan kita hidup — baik untuk kekekalan maupun untuk setiap situasi dalam hidup sekarang.
Amsal 23:18 “Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.”
Mungkin hari ini Anda merasa seperti orang-orang yang datang ke gua Adulam. Hutang menekan, pekerjaan terasa buntu, keluarga penuh konflik, atau hati terluka karena kekecewaan. Semua itu membuat hidup terasa berat, seolah-olah masa depan sudah tertutup dan tidak ada lagi harapan. Tetapi firman Tuhan berkata dengan jelas: “Masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.”
Don’t turn your cave into your permanent residence.
Orang-orang Adulam datang ke gua dengan perasaan bahwa semuanya sudah berakhir. Mereka terhimpit oleh hutang, kesukaran, dan kepahitan, dan gua itu seakan menjadi kuburan pengharapan mereka. Tetapi bagi Allah, gua bukanlah destinasi akhir, melainkan tempat proses dan pembentukan. Demikian juga dalam hidup kita: masa sulit, kegagalan, seakan hidup dalam gua yang gelap tanpa pengharapan, bukanlah tempat tinggal permanen, hanya musim yang harus dilewati. Jangan menjadikan gua sebagai alamat tetap hidupmu, . Your cave is a season, not a destination.
Jangan ijinkan situasi kita menjadi penjara identitas kita.
Situasi bisa kelam—kesukaran, hutang, luka keluarga, masalah pekerjaan—tetapi itu tidak mendefinisikan siapa kita. Dalam Kristus kita menerima identitas baru sebagai anak Allah.
“Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Kor. 5:17).
Quote: “Your circumstances may describe you, but only Christ defines you.”
Don’t Stay in the Dark, Step Into the Light.
Anda tidak akan pernah melihat matahari terbit jika tetap tinggal di dalam gua. Gua adalah tempat gelap, penuh keterbatasan, dan menutup pandangan akan masa depan. Banyak orang terjebak dalam “gua” keputusasaan, luka, atau kegagalan, sehingga tidak lagi percaya bahwa hari baru bisa dimulai.
Ketika kita berada dalam keputusasaan, gua mungkin tampak sebagai tempat yang nyaman. Melangkahlah keluar, dan Anda akan kembali menyaksikan terang fajar—tanda bahwa selalu ada pengharapan yang baru.
The cave may feel like safety in despair, but hope rises with the dawn when you step out.
Markus 2:1–12 menceritakan seorang lumpuh yang diturunkan ke hadapan Yesus oleh empat orang temannya. Orang lumpuh ini tidak memiliki harapan — tubuhnya lemah, masa depannya suram, dan tidak mungkin ia bisa datang sendiri kepada Yesus. Tetapi ia beruntung memiliki sahabat-sahabat yang tidak membiarkan dia tetap sendirian dalam keputusasaan.
Teman-temannya bahkan rela membayar harga: membuka atap rumah, menurunkan dia dengan risiko dan tenaga, hanya supaya ia bisa berjumpa dengan Yesus. Dan hasilnya? Ia bukan hanya menerima kesembuhan fisik, tetapi juga pengampunan dosa.
Inilah gambaran nyata mengapa kita ada di dalam iCare. Supaya tidak ada seorang pun yang berjalan sendirian dalam gua keputusasaan. Kita dipanggil untuk menjadi sahabat iman yang menopang, mengangkat, bahkan “membawa” sesama kita datang kepada Kristus. Karena dalam komunitas yang saling peduli, selalu ada jalan menuju pemulihan, dan selalu ada pengharapan baru di dalam Yesus.
3. Called, Then Qualified
1Sam.22:2 Berhimpunlah juga kepadanya setiap orang yang dalam kesukaran, setiap orang yang dikejar-kejar tukang piutang, setiap orang yang sakit hati, maka ia menjadi pemimpin mereka. Bersama-sama dengan dia ada kira-kira empat ratus orang.
Istilah mar nephesh dalam 1 Samuel 22:2 berarti pahit hati, penuh kekecewaan, dan bahkan merasa diri tidak layak. Orang-orang seperti ini, secara manusia, jelas bukan kandidat yang baik untuk menjadi pahlawan. Mereka hancur secara emosional, patah secara mental, dan tersisih secara sosial. Gambaran ini sangat relevan dengan kita. Sebagian besar dari kita merasa bahwa kita tidak sempurna, banyak kelemahan, dan sering merasa belum layak dipakai Tuhan.
Tetapi sesungguhnya, perasaan “belum layak” itu justru bisa menjadi modal ilahi bagi seseorang untuk dipakai Tuhan. Mengapa? Karena dari titik itu kita belajar bergantung penuh kepada kasih karunia, bukan pada kemampuan diri. Paulus menegaskan: “Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2 Kor. 4:7). Orang yang sadar dirinya lemah akan memuliakan Kristus, karena apa yang lahir dari pelayanannya tidak lagi memamerkan kehebatan pribadi, melainkan membesarkan kasih karunia Tuhan. Sebaliknya, orang yang merasa hebat justru berisiko menjadikan pelayanan sebagai panggung bagi diri sendiri.
Tetapi pola Allah selalu berbeda dengan manusia: Tuhan tidak mencari orang yang mampu, dia memanggil yang mau.
“God doesn’t call the qualified, He qualifies the called” Mother Teresa.
Gideon sendiri merasa dirinya paling kecil dan tidak berarti, tetapi Tuhan menyapanya sebagai “pahlawan yang gagah berani” (Hak. 6:12). Dengan kata lain, penilaian Tuhan jauh melampaui perasaan tidak layak yang dimiliki manusia.
Musa juga mengalami hal serupa. Ketika Tuhan memanggilnya dari semak yang menyala untuk memimpin Israel keluar dari Mesir, Musa menolak dengan berkata: “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun?” Bahkan ia menambahkan, “Aku ini berat mulut dan berat lidah.” Namun Tuhan menegaskan: “Bukankah Aku menyertai engkau?… Aku akan menolong engkau berbicara dan mengajar engkau apa yang harus kaukatakan” (Kel. 3–4). Tuhan tidak mencari orang yang fasih, tetapi orang yang bersedia dipakai.
Yeremia pun sempat menolak panggilan kenabian dengan alasan: “Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku masih muda.” Namun Tuhan menegur: “Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapa pun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apa pun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kaukatakan. Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau” (Yer. 1:4–9).
Hal yang sama terlihat dalam pelayanan Yesus. Ia tidak memilih kaum terpelajar atau imam profesional, melainkan nelayan biasa seperti Petrus, Andreas, Yakobus, Yohanes, seorang pemungut cukai bernama Matius, bahkan seorang zelot bernama Simon. Orang-orang yang dianggap biasa oleh dunia inilah yang kemudian dipakai menjadi pilar gereja mula-mula.
“Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat … supaya jangan ada seorang pun yang memegahkan diri di hadapan Allah.” (1 Kor. 1:27–29)
Kisah Para Rasul 4:13 “Ketika para pemimpin melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui bahwa mereka orang biasa yang tidak terpelajar, mereka heran dan mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus.”
(NLT) The members of the council were amazed when they saw the boldness of Peter and John, for they could see that they were ordinary men with no special training in the Scriptures. They also recognized them as men who had been with Jesus.
Dari 400 orang di Adulam itulah, orang-orang yang masih bergumul dengan masalah mereka, orang-orang yang seakan tidak punya masa depan, bahkan mereka yang sama sekali bukan kandidat untuk menjadi pasukan perang, Tuhan justru membangkitkan mereka menjadi pahlawan-pahlawan-Nya.
1 Tawarikh 11:10 “Inilah para kepala para pahlawan yang mengiringi Daud, yang dengan gagah perkasa menyokong dia dalam pemerintahannya bersama-sama dengan seluruh Israel untuk mengangkat dia menjadi raja, sesuai dengan firman Tuhan mengenai Israel.”
“Secara manusia, mereka adalah kumpulan yang gagal, terluka, terhimpit hutang, dan pahit hati. Mereka semua memulai sebagai orang-orang yang tersisih. Namun di tangan Tuhan, gua Adulam bukan menjadi kuburan pengharapan, melainkan awal perubahan hidup yang menjadikan mereka pahlawan-pahlawan Daud—from zero to hero, from nobody to a Kingdom builder.”
Don’t Settle for Ordinary — Be All That God Calls You to Be.
Tuhan membangkitkan Triwira Daud: Yosheb-Basyebet, Eleazar, dan Sama (2 Sam. 23:8–12).
2Sam.23:8 Inilah nama para pahlawan yang mengiringi Daud: Isybaal, orang Hakhmoni, kepala triwira; ia mengayunkan tombaknya melawan delapan ratus orang yang tertikam mati dalam satu pertempuran. (9) Dan sesudah dia, Eleazar anak Dodo, anak seorang Ahohi; ia termasuk ketiga pahlawan itu. Ia ada bersama-sama Daud, ketika mereka mengolok-olok orang Filistin, yang telah berkumpul di sana untuk berperang, padahal orang-orang Israel telah mengundurkan diri. (10) Tetapi ia bangkit dan membunuh demikian banyak orang Filistin sampai tangannya lesu dan tinggal melekat pada pedangnya. TUHAN memberikan pada hari itu kemenangan yang besar. Rakyat datang kembali mengikuti dia, hanya untuk merampas. (11) Sesudah dia, Sama, anak Age, orang Harari. Ketika orang Filistin berkumpul di Lehi–di sana ada sebidang tanah ladang penuh kacang merah–dan tentara telah melarikan diri dari hadapan orang Filistin, (12) maka berdirilah ia di tengah-tengah ladang itu, ia dapat mempertahankannya dan memukul kalah orang Filistin. Demikianlah diberikan TUHAN kemenangan yang besar.
Kita semua memulai dari posisi yang berbeda-beda. Yang penting bukan di mana kita mulai, tetapi ke mana kita melangkah. Karena itu, keep moving forward, dan jangan pernah membatasi sejauh mana Tuhan bisa membawa hidup kita.
Different starting points, one call: move forward with God without limits.
John Newton, pernah menjadi pedagang budak, hidup dalam dosa, bahkan dianggap tidak mungkin berubah. Tetapi di tengah keputusasaannya, ia bertemu Kristus. Hidupnya diubahkan total—dari seorang “zero” di mata banyak orang, menjadi seorang pendeta, penulis lagu rohani, termasuk himne yang terkenal: Amazing Grace.
Hidup John Newton adalah gambaran gua Adulam: dari seorang yang gagal, hancur, dan tidak layak, Allah memakainya untuk memberkati dunia. Demikian juga, orang-orang yang datang kepada Daud di gua Adulam bukanlah pahlawan—tetapi di tangan Tuhan, mereka menjadi pahlawan iman.
“The life of John Newton proves that grace can rewrite our story—from a slave trader to the composer of Amazing Grace.”
Closing:
Seorang penginjil terkenal, D.L. Moody, hanya memiliki pendidikan formal setingkat sekolah dasar. Banyak orang meremehkannya. Tetapi ketika ia menyerahkan hidupnya kepada Tuhan, Allah memperlengkapinya sehingga ia menjadi salah satu penginjil paling berpengaruh di abad ke-19.
D.L. Moody : “The world has yet to see what God can do with a man fully consecrated to Him.” (Dunia akan melihat apa yang dapat Allah lakukan melalui seseorang yang sepenuhnya menyerahkan hidupnya kepada-Nya).
Hello Church,
- Do I still wear the name of my past mistakes, or do I believe that in Christ every ending can become a new beginning?
- Am I lingering in the shadows of despair, or will I step out to behold the dawn of hope in Christ?
- Am I silencing God’s call because I feel unworthy, or will I dare to trust His grace that turns weakness into strength?
Catatan:
Fakta Alkitab tentang Triwira Daud (The Three Mighty Warriors)
- Daftar pahlawan-pahlawan Daud muncul dalam 2 Samuel 23:8–39 dan 1 Tawarikh 11:10–47.
- Teks tidak secara eksplisit mengatakan bahwa “Triwira” (Yosheb-Basyebet, Eleazar, dan Sama) berasal dari 400 orang yang pertama kali bergabung dengan Daud di gua Adulam (1 Sam. 22:2).
- Namun, secara historis dan literer, sangat mungkin mereka memang berasal dari kelompok inti itu. Mengapa?
Alasan Teologis & Historis
- Gua Adulam adalah titik awal.
Semua yang setia kepada Daud memulai dari situ. Dari 400 orang ini, jumlahnya berkembang menjadi 600 (1 Sam. 23:13) dan kemudian semakin besar (1 Taw. 12:22). Pasukan inti Daud lahir di Adulam. - Kesetiaan sejak awal.
Banyak pahlawan Daud dikenal bukan hanya karena keberanian, tetapi karena kesetiaan mereka dalam masa-masa sulit Daud. Para “Triwira” dicatat sebagai orang-orang yang rela mempertaruhkan nyawa mereka bagi Daud (2 Sam. 23:15–17). Kesetiaan seperti ini biasanya muncul dari mereka yang ikut Daud sejak masa-masa awal, bukan pengikut baru yang datang setelah ia berkuasa. - Narasi progresif.
Alkitab memperlihatkan perjalanan:- 400 orang terbuang di Adulam (1 Sam. 22:2).
- Bertambah jadi 600 (1 Sam. 23:13).
- Menjadi pasukan besar seperti bala tentara Allah (1 Taw. 12:22).
Dari perjalanan inilah muncul pahlawan-pahlawan Daud, termasuk “Triwira.”
Kesimpulan:Tidak ada teks eksplisit yang menyebutkan “Triwira berasal dari gua Adulam.” Tetapi berdasarkan konteks narasi, sangat besar kemungkinan mereka memang bagian dari kelompok inti yang mula-mula bergabung dengan Daud. Mereka memulai sebagai orang-orang biasa yang terbuang, tetapi melalui proses pembentukan, mereka menjadi pahlawan-pahlawan besar yang tercatat dalam sejarah Israel.