Compassion in Action

Dalam dunia yang makin dingin dan cepat menghakimi, kita butuh kembali kepada satu kualitas ilahi yang begitu nyata dalam hidup Yesus — belas kasihan.

Yesus tidak hanya bersedih melihat penderitaan. Ia tergerak oleh belas kasihan. Kata itu bukan sekadar emosi, tapi respons dari hati yang dalam — splagchnizomai — kasih yang tidak bisa tinggal diam.

Setiap kali Yesus tergerak oleh belas kasihan, sesuatu terjadi:
Orang sakit disembuhkan.
Orang berdosa diampuni.
Yang hancur dipulihkan.
Yang lapar diberi makan.
Yang tersesat dipanggil pulang.

Kita tidak hanya diundang untuk belajar tentang belas kasihan — kita diundang untuk menjadi seperti Kristus, memiliki hati yang mudah tersentuh dan tangan yang siap bertindak.

1. Belas Kasihan Menembus Stigma: Yesus Menyentuh Si Kusta

Markus 1:40–41 “Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: ‘Aku mau, jadilah engkau tahir.'”

Dalam budaya Yahudi, kusta bukan hanya penyakit, tapi simbol kutukan dan keterpisahan sosial yang mendalam. Orang kusta diasingkan dari komunitas mereka, hidup terisolasi dan sering kali dicemooh oleh masyarakat, yang melihat mereka sebagai orang yang terkutuk. Namun, dalam konteks ini, Yesus menyentuh seorang penderita kusta sebelum Ia menyembuhkan, sebuah tindakan yang radikal dan penuh belas kasih. Sentuhan itu sendiri sudah merupakan pernyataan kasih yang kuat, menunjukkan bahwa ia tidak takut akan stigma sosial. Dengan gestur simple ini, Ia membawa pesan bahwa kasih tidak mengenal batas, dan setiap individu, terlepas dari kondisi mereka, layak mendapatkan cinta dan penerimaan.

  • Lukas 5:12–13 One time Jesus was in a town where a very sick man lived. This man was covered with leprosy. When the man saw Jesus, he bowed before Jesus and begged him, “Lord, you have the power to heal me if you want.” Jesus said, “I want to heal you. Be healed!” Then he touched the man, and immediately the leprosy disappeared.
  • Ibrani 4:15“Ia turut merasakan kelemahan kita.”

Aplikasi: Tuhan memanggil kita untuk menyentuh kehidupan yang dianggap ‘najis’ oleh masyarakat — mereka yang terpinggirkan, yang dilabeli, yang ditolak, karena seringkali mereka adalah suara yang paling tidak terdengar dan hati yang paling kesepian. Banyak di antara mereka yang berjuang menghadapi berbagai tantangan, dari kemiskinan hingga diskriminasi, yang membuat mereka merasa terisolasi dan tak berarti. Dalam konteks ini, belas kasihan menembus stigma, mengundang kita untuk membuka hati dan tangan kita, membantu mereka bukan hanya dengan kata-kata tetapi juga dengan tindakan nyata. Kita dipanggil untuk menjadi jembatan, menghubungkan dunia yang terpencil dengan kasih dan pengertian, mengambil langkah untuk menopang mereka yang tidak memiliki kekuatan untuk bangkit sendiri.


2. Belas Kasihan Memandu Pelayanan: Yesus Menyembuhkan dan Memberi Makan

Matius 14:14, Markus 8:2 “Yesus tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini…”

Yesus melihat orang-orang yang lapar, lelah, dan sakit — dan Ia bertindak. Ia menyembuhkan dan memberi makan, tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik tetapi juga menawarkan harapan dan penghiburan bagi hati yang hancur. Ini menunjukkan bahwa belas kasih Yesus adalah kasih yang peduli pada seluruh manusia — tubuh dan jiwa. Dalam setiap tindakan-Nya, Ia membuktikan betapa pentingnya perhatian serta kasih sayang terhadap mereka yang menderita, menyentuh hidup banyak orang dengan cara yang mendalam dan berarti. Dengan memberikan bantuan secara langsung, Ia mengajarkan kita tentang tanggung jawab sosial dan pentingnya berempati kepada sesama.

  • Yakobus 2:15–17 – iman tanpa perbuatan adalah mati.
  • Amsal 3:27 – “Janganlah menahan kebaikan dari orang yang berhak menerimanya…”

“You preach a better sermon with your life than with your lips.”

— Oliver Goldsmith

Aplikasi: Pelayanan kita tidak boleh hanya bersifat spiritual. Kita dipanggil menjadi jawaban praktis atas kebutuhan nyata: makanan, waktu, perhatian, dan pertolongan. Dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan sehari-hari, sangat penting bagi kita untuk mampu memberikan dukungan yang nyata kepada sesama, baik melalui aksi nyata maupun kehadiran kita. Dengan demikian, kita tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar mereka, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan rasa percaya dan hubungan yang lebih dalam di antara komunitas kita. Setiap tindakan kecil, seperti memberikan makanan kepada yang lapar atau meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita seseorang, dapat membuat perubahan yang signifikan dalam hidup orang lain.

3. Belas Kasihan Merespons Duka: Janda di Nain

Lukas 7:13–15 “Ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan…”

Janda ini kehilangan satu-satunya anaknya, yang merupakan cahaya hidupnya dan harapan masa depan. Ia bukan hanya berduka secara emosional, merasakan rasa kehilangan yang mendalam dan kesepian yang menyakitkan, tapi juga kehilangan sumber penghidupan yang selama ini menjadi andalannya. Setiap hari terasa semakin berat tanpa kehadiran anaknya, yang selalu ada untuk memberinya semangat dan cinta. Namun, dalam saat-saat kelam tersebut, Yesus bukan hanya mendengar tangisannya yang penuh kesedihan — Ia menyentuh usungan yang membawanya pergi, dan dengan kekuatan ilahi, memulihkan kehidupan si anak. Keajaiban itu memberinya harapan baru dan membangkitkan kembali janji akan kehidupan, menciptakan kembali sebuah ikatan yang takkan pernah pudar, membawa sukacita ke dalam hidup yang telah lama diliputi oleh duka.

  • Mazmur 56:8 – Tuhan menyimpan air mata kita dalam kirbat-Nya.
  • Yohanes 11:33–35 – Yesus sendiri menangis di hadapan kematian.

“Jesus did not explain away pain. He entered it.” — Timothy Keller

Aplikasi: Dalam dunia yang sibuk, banyak orang berduka dalam kesunyian. Kita dipanggil menjadi hadir, bukan hanya memberi nasihat, tapi juga menjadi penghibur yang peduli. Kehadiran kita, bahkan dalam bentuk yang paling sederhana, bisa memberikan harapan dan penghiburan bagi mereka yang merasa terasing dalam kesedihan. Dengan mendengarkan kisah mereka dan berbagi momen kecil, kita menunjukkan bahwa kita peduli, memperkuat ikatan antara satu sama lain. Pada saat-saat sulit ini, kehadiran kita dapat menjadi sumber cahaya yang menerangi kegelapan, membuat mereka merasa lebih diakui dan tidak sendirian.

4. Belas Kasihan Menggerakkan Pengampunan: Anak yang Hilang

Lukas 15:20 “Ayahnya melihat dia, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan…”

Anak bungsu tidak hanya meninggalkan rumah — dia menghancurkan kehormatan keluarga dan menambah luka dalam hati setiap anggota keluarga. Namun sang ayah berlari menyambut, bukan untuk menghukum, tapi untuk mengampuni dan memulihkan, karena di dalam hatinya, dia tahu bahwa cinta keluarga lebih kuat daripada kesalahan yang pernah dibuat. Dengan setiap langkah yang diambilnya, harapan untuk memperbaiki hubungan dan mengembalikan kedamaian semakin menguat.

  • Efesus 2:4–5“Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat…”
  • Yesaya 30:18“Tuhan menanti-nantikan untuk menunjukkan kasih-Nya.”

“The gospel is not about us finding God, but about God running to find us.”John Ortberg

Aplikasi: Apakah kita siap untuk menerima kembali orang-orang yang telah menyakiti kita? Ini adalah pertanyaan yang sering kita tanyakan pada diri sendiri ketika menghadapi luka emosional yang dalam. Proses penyembuhan tidaklah mudah, tetapi belas kasihan memampukan kita untuk memaafkan lebih dalam dari rasa sakit kita. Dengan memahami alasan di balik tindakan mereka, kita bisa membuka pintu untuk perbaikan hubungan dan mengizinkan cinta serta pengertian mengisi kekosongan yang mungkin telah terjadi. Menerima kembali orang-orang ini bukan berarti kita melupakan apa yang telah terjadi, tetapi lebih kepada membebaskan diri kita dari beban kebencian dan amarah yang hanya akan menghalangi langkah kita ke depan. Ketika kita mampu berbuat demikian, kita tidak hanya memberikan kesempatan kedua kepada orang lain, tetapi juga kepada diri kita sendiri untuk menyadari kekuatan kita dalam menghadapi tantangan hidup.

5. Belas Kasihan Menggerakkan Misi: Domba Tanpa Gembala

Matius 9:36 “Tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.”

Yesus melihat bukan hanya orang banyak — tetapi jiwa-jiwa yang kosong, bingung, tanpa arah. Dalam keramaian itu, Dia menyadari betapa banyaknya orang yang merindukan harapan dan makna dalam hidup mereka. Belas kasihan-Nya mendorong pengutusan pekerja ke ladang, agar mereka dapat menyebarkan cinta dan kebenaran yang dapat membawa terang di tengah kegelapan yang mereka alami. Dengan penuh perhatian, Dia mengajak mereka untuk melihat lebih dalam, mengenali kebutuhan spiritual yang ada, dan mengambil tindakan nyata untuk membantu sesama menemukan jalan yang benar.

  • Yesaya 53:6“Kita semua sesat seperti domba…”
  • Yohanes 10:11“Akulah Gembala yang baik.”

“Evangelism without compassion is noise.” — Rick Warren

Aplikasi: Belas kasihan harus mendorong kita untuk menjangkau jiwa-jiwa yang terhilang — bukan sekadar karena kewajiban, tapi karena hati kita terbebani seperti hati Kristus yang penuh dengan kasih dan pengertian.

6. Belas Kasihan Melampaui Batas Budaya: Orang Samaria yang Baik Hati

Lukas 10:33 “Ketika melihatnya, tergeraklah hati orang Samaria itu oleh belas kasihan…”

Orang Samaria menolong musuhnya yang dalam kesulitan. Ia tidak membiarkan perbedaan sosial, etnis, dan sejarah menghalangi belas kasihnya. Sebaliknya, ia menunjukkan bahwa kasih sayang dan empati lebih kuat daripada segala perbedaan yang ada. Dalam suasana yang penuh konflik dan perpecahan, tindakan kebaikan ini mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang mendalam, yang menunjukkan bahwa kita semua, terlepas dari latar belakang kita, bisa bersatu dalam kebaikan. Ketika melihat orang lain menderita, ia merasa terpanggil untuk membantu, karena hatinya dipenuhi dengan rasa iba dan keinginan untuk menjadikan dunia ini tempat yang lebih baik bagi semua orang.

  • Matius 5:44–45 – Kasihilah musuhmu.
  • Galatia 6:10 – Lakukan kebaikan kepada semua orang.

“Prejudice is the enemy of compassion.” — Andy Stanley

Aplikasi: Kasih kita diuji saat harus menolong orang yang berbeda dari kita, baik dalam hal keyakinan, latar belakang, atau pandangan hidup. Dalam momen-momen tersebut, kita diingatkan bahwa belas kasih Kristus tidak membatasi siapa yang layak dikasihi. Sungguh, kasih ini adalah panggilan untuk menjangkau dan menerima setiap individu, terlepas dari perbedaan yang mungkin ada. Kita tidak hanya dituntut untuk memberi bantuan praktis, tetapi juga untuk membuka hati dan pikiran kita, sehingga kita dapat menghadirkan kasih yang tulus kepada semua orang, meneladani kasih yang telah Kristus tunjukkan kepada kita.


7. Belas Kasihan Membentuk Gaya Hidup Kerajaan: Hamba yang Tidak Berbelas Kasihan

Matius 18:27–33 “Maka tergeraklah hati tuan itu oleh belas kasihan…”

Tuan itu mengampuni utang besar, namun si hamba tidak bersedia mengampuni sesama, menunjukkan betapa manusia sering kali gagal memahami makna sejati dari pengampunan. Ini menekankan bahwasanya kasih karunia yang diterima harus diikuti oleh kasih karunia yang diberikan, sebab dalam perjalanan hidup, setiap individu pasti menghadapi kesalahan dan kekurangan. Dalam konteks ini, mengampuni bukan hanya tentang membebaskan orang lain dari kesalahan mereka, tetapi juga tentang melepaskan diri dari beban emosional yang menyertai rasa dendam. Maka dari itu, penting bagi kita untuk meneladani sikap si tuan, yang dengan tulus mengampuni, agar bisa membangun hubungan yang lebih harmonis dan damai di antara sesama.

  • Kolose 3:12–13Kenakanlah belas kasihan dan ampunilah…
  • Matius 5:7Berbahagialah orang yang murah hati.

“The forgiven must forgive. That’s not a suggestion, it’s the way of the kingdom.” — John Stott

Aplikasi: Belas kasih bukan hanya sesuatu yang kita terima — tapi juga harus menjadi karakter hidup kita dalam setiap hubungan. Ini berarti kita harus berusaha untuk memahami dan merasakan apa yang orang lain alami, serta memberikan dukungan yang tulus saat mereka mengalami kesulitan. Dengan mengembangkan sikap belas kasih, kita tidak hanya meningkatkan kualitas hubungan sosial kita, tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih harmonis di sekitar kita. Ketika kasih sayang dan pengertian menjadi bagian dari interaksi kita, kita membuka jalan untuk koneksi yang lebih dalam dan berarti, serta memperkaya hidup kita dan orang-orang di sekitar kita.

PENUTUP: Menghidupi Hati Yesus

Dunia tidak kekurangan orang baik. Tapi dunia kekurangan hati yang peduli.
Yesus tidak hanya berkhotbah — Ia hadir. Ia menyentuh. Ia bertindak.

Ia tidak sekadar berkata “Aku mengasihimu.”
Ia menunjukkan kasih-Nya dengan darah, air mata, dan pengorbanan.

“Compassion is not a feeling — it’s a commitment to act in love.”

Jika kita adalah tubuh Kristus di dunia ini, maka belas kasihan-Nya harus menjadi gaya hidup kita.
Bukan hanya ketika mudah, tapi justru ketika tidak nyaman.
Bukan hanya untuk yang kita sukai, tapi juga untuk mereka yang berbeda, yang terluka, yang terhilang.

Mari kita hidup seperti Yesus:
Peka dalam melihat, cepat dalam merespons, dan setia dalam mengasihi.
Sebab ketika belas kasihan bergerak, kasih Allah menjadi nyata di dunia.

“Kasih sejati tidak bisa tinggal diam di dalam hati. Ia harus bergerak, menyentuh, dan mengubah.”

Tinggalkan komentar